MK Beri Kado Istimewa untuk Mantan Napi
Pengujian UU Pemilu

MK Beri Kado Istimewa untuk Mantan Napi

Putusan MK membuat mantan narapidana bisa terlibat lagi di kancah politik. Namun ada empat syarat yang harus dipenuhi terlebih dulu oleh mantan narapidana.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
MK Beri Kado Istimewa untuk Mantan Napi
Hukumonline

 

Sekedar mengingatkan, pada akhir 2007 lalu, MK juga pernah memutus 'syarat belum pernah dipidana' ini pada beberapa Undang-Undang. Kala itu, MK mengecualikan ketentuan tersebut dari tindak pidana karena kealpaan (culpa levis) dan tindak pidana politik. Kala itu, putusan berbunyi conditionally constitusional atau konstitusional bersyarat. Artinya, ketentuan itu masih berlaku sepanjang dikecualikan dari tindak pidana karena kealpaan dan kejahatan politik.

 

Sayangnya, DPR dan Pemerintah selaku pembentuk UU seakan melupakan putusan ini saat membuat UU Pemilu Legislatif dan UU Pemerintahan Daerah. Sampai saat ini hal tersebut belum direspons, bahkan pembentuk Undang-Undang membuat pembatasan dan/atau pelanggaran yang lebih berat dengan mengganti frase 'tidak sedang' menjadi 'tidak pernah', sebut Mukthie.

 

MK berpendapat, putusan ini bisa mendorong untuk menyatakan pasal-pasal tersebut adalah inskonstitusional bersyarat. Dengan pendirian demikian maka Mahkamah mendorong agar pembentuk Undang-Undang menjadi lebih bersungguh-sungguh untuk meninjau kembali semua peraturan perundang-undangan sepanjang yang berkaitan dengan hak pilih mantan terpidana agar disesuaikan dengan putusan ini, jelas Mukthie. 

 

Kepala Bagian Litigasi Depkumham Mualimin Abdi mengatakan akan menghormati putusan ini. Namun, ia menilai putusan ini tak bisa langsung diterapkan. Perlu ada peraturan lagi yang menjelaskan keempat syarat itu, ujarnya. Ia mencontohkan syarat bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Perlu diperjelas apa yang dimaksud dengan berulang-ulang, tuturnya.

 

Mualimin menilai aturan yang tepat untuk memperjelas keempat syarat itu adalah peraturan pemerintah. Biar putusan ini bisa berjalan, perlu dibuat aturan mainnya, ujarnya lagi. Ia berjanji akan mengusulkan hal ini kepada Menteri Hukum dan HAM sehingga bisa diteruskan ke Presiden. Kita akan lapor ke Pak Menteri, tuturnya.

 

Putusan ini, lanjut Mualimin, juga belum bisa diterapkan pada Pemilu Legislatif 2009. Ia menegaskan daftar caleg tak bisa diubah lagi. Paling cepat, test case nya untuk Pilpres, katanya. Jadi, bila kelak ada mantan napi yang akan mencalonkan diri sebagai presiden tidak akan terganjal ketentuan 'syarat belum pernah dipidana' tersebut. Tentunya sesuai syarat yang telah disebutkan MK.

 

Robertus juga sependapat dengan Mualimin. Lagipula, ia memang belum berencana menjadi caleg pada Pemilu 2009 ini. Ia menegaskan putusan ini bisa menjadi modalnya ke depan untuk menduduki kursi DPRD Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Saya akan maju pada Pemilu 2014, pungkasnya.

Cerita seputar kelamnya masa depan mantan narapidana di kancah politik akhirnya usai. Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memberi kado istimewa kepada seluruh mantan napi yang dipidana dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara. Hak politik mereka untuk berkiprah sebagai pejabat publik telah dipulihkan oleh MK. Majelis Hakim Konstitusi telah memutus permohonan yang diajukan oleh mantan napi, Robertus. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, ujar Ketua MK Mahfud saat membaca amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (24/3).      

 

Pasal yang diuji pada perkara ini adalah Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g UU 10/2008 tentang Pemilu Legislatif serta Pasal 58 huruf f UU 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut memuat syarat setiap orang yang ingin mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif baik pusat maupun daerah serta calon kepala daerah harus bersih dari catatan kriminal.

 

Pasal-pasal itu menyebutkan seorang caleg atau calon kepala daerah harus memenuhi syarat 'tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih'.

 

MK memutuskan ketiga pasal itu conditionally unconstitutional atau inskonstitusional bersyarat. Artinya, ketentuan tersebut dinyatakan inskonstitusional bila tak memenuhi empat syarat yang ditetapkan MK dalam putusannya, yakni, (i) tak berlaku untuk jabatan publik yang dipilih (elected officials), (ii) berlaku terbatas jangka waktunya hanya selama lima tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya, (iii) dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; (iv) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. 

 

Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar menjelaskan latar belakang MK memberi waktu lima tahun bagi mantan napi pasca menjalani hukuman penjara untuk berkiprah lagi ke dalam kancah politik. Dipilihnya jangka waktu lima tahun untuk adaptasi bersesuaian dengan mekanisme lima tahun dalam Pemilu di Indonesia dan Pemilukada, ujarnya. Selain itu, syarat ini juga sesuai dengan bunyi frase 'diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih'.

Halaman Selanjutnya:
Tags: