Putusan KPPU: sebuah Analisis Kritis
Kolom

Putusan KPPU: sebuah Analisis Kritis

Semua pihak menyambut baik lahirnya Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ("Undang-Undang Anti Monopoli"). Undang-undang ini diharapkan akan menjadi senjata pamungkas untuk memberantas praktek-praktek monopoli yang terjadi pada masa lalu.

Bacaan 2 Menit
Putusan KPPU: sebuah Analisis Kritis
Hukumonline

Undang-Undang tersebut sangat bagus kalau didukung perangkat yang bagus pula, termasuk sumberdaya dan perangkat pendukung lainnya. Pada awal tahun 2002, atas inisiatif sendiri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mempunyai pekerjaan besar untuk memeriksa transaksi  penjualan saham dan obligasi konversi Indomobil dan hasilnya. KPPU membacakan putusannya pada 30 Mei 2002. Suka-tidak suka, putusan KPPU mengandung kejanggalan-kejanggalan hukum.

KPPU mempergunakan irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa" dalam putusannya. Menurut undang-undang, penggunaan irah-irah tersebut dalam suatu dokumen resmi harus diberikan secara tegas dalam undang-undang yang bersangkutan. Penggunaannya sangat limitatif dan imperatif, dalam pengertian hanya dapat dicantumkan pada dokumen tertentu. Dan apabila tidak dicantumkan, dokumen tersebut batal demi hukum.

UU Anti Monopoli tidak memberikan kewenangan kepada KPPU untuk mempergunakan irah-irah tersebut. Beberapa dokumen resmi yang dapat mempergunakan irah-irah tersebut adalah putusan-putusan pengadilan (negeri, agama, militer dan tata usaha negara) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana disebutkan dalam 84 ayat 1 huruf a UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Selain itu yang dapat menggunakan irah-irah tersebut adalah grosse akta pengakuan hutang sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR, putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam 54 ayat 1 huruf a UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesian Sengketa, sertifikat hak tanggungan sebagaimana diatur dalam UU Hak Tanggungan, sertifikat jaminan fidusia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dalam perdebatan di pengadilan, beberapa alasan KPPU untuk menyimpulkan berwenang mempergunakan irah-irah tersebut adalah karena Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang-Undang Anti Monopoli dimulai dengan kata-kata "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa". Alasan tersebut tidak tepat. Karena kalau logika itu diikuti, setiap surat-menyurat atau korespondensi dapat mempergunakan irah-irah tersebut. Dan semua undang-undang pasti dimulai dengan "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa".

Suatu institusi yang mengeluarkan dokumen dengan mempergunakan irah-irah tersebut, padahal undang-undang tidak memberikan kewenangan kepadanya, akan mengakibatkan bahwa institusi tersebut melampaui batas kewenangan yang diberikan kepadanya. Akibatnya, dokumen yang dikeluarkannya batal demi hukum.

Substansi putusan

Putusan KPPU menyatakan dua hal. Pertama, PT Holdiko Perkasa (Holdiko) dan PT Deloitte & Touche FAS (Deloitte) telah melanggar Pasal 22 UU Anti Monopoli karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dengan pelaku usaha peserta tender yaitu PT Cipta Sarana Duta Perkasa (CSDP), PT Bhakti Asset Management (BAM) dan PT Alpha Sekuritas Indonesia (Alpha) dalam tender penjualan saham dan convertible bonds PT Indomobil Sukses Indonesia. Kedua, menyatakan PT Trimegah Securities Tbk (Trimegah), CSDP, Pranata Hajadi, Jimmy Masrin, BAM dan Alpha melanggar Pasal 22 UU Anti Monopoli.

Tags: