Bob Hasan Berkelit dari Ancaman Pidana
Berita

Bob Hasan Berkelit dari Ancaman Pidana

Jakarta, hukumonline. Sang "raja hutan" agaknya tidak mau dikerangkeng. Bob Hasan, konglomerat kayu yang didakwa memakan duit negara, mencoba berkelit dari ancaman hukuman penjara seumur hidup. Kuasa hukumnya malah berpendapat tidak ada dasar hukum untuk memidanakan Bob.

Oleh:
Leo/Zae/APr
Bacaan 2 Menit
Bob Hasan Berkelit dari Ancaman Pidana
Hukumonline

Dalam lanjutan proses persidangan dengan terdakwa Muhammad "Bob" Hasan, terdakwa melalui penasehat hukumnya, Agustinus Hutajulu, SH.CN., menyatakan keberatan atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan pada persidangan 8 September lalu. Sidang lanjutan yang digeklar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (27/9) ini dimulai pada pukul 09.00 dan hanya berlangsung selama setengah jam.

Pada persidangan sebelumnya, jaksa Arnold Wangkouw mendakwa "sang raja hutan" ini telah melakukan korupsi Dana Reboisasi sebesar AS$75,6 juta dan uang APHI Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) sebanyak AS$168 juta. Atas perbuatannya, bekas orang kepercayaan Soeharto ini diancam dengan penjara 20 tahun atau seumur hidup.

Menurut penasehat hukum Bob, ada dua hal pokok yang dijadikan dasar keberatan dari terdakwa. Pertama, tiadanya dasar hukum dari dakwaan penuntut umum dan  surat dakwaan perkara ini cenderung bersifat suatu upaya kriminalisasi yang sewenang-wenang. Kedua, tidak dipenuhinya ketentuan dalam Pasal 143 ayat (2) b KUHAP, yang mensyaratkan suatu dakwaan harus berisi uraian secara cermat, jelas, dan lengkap.

Dasar keberatan

Alasan dasar keberatan pertama adalah bahwa UU No. 31 Tahun 1999, yang mulai berlaku tanggal 16 Agustus 1999, tidak dapat diberlakusurutkan kepada perbuatan-perbuatan yang didakwakan telah dilakukan oleh terdakwa sebelum berlakunya UU tersebut. Sementara Pasal 1 ayat (1) UU No. 3 tahun 1971 telah ditidakberlakukan oleh Pasal 44 UU No. 31 Tahun 1999. "Apakah mungkin mengukur hal sesuatu yang ada dengan sesuatu yang sudah tidak ada," kata Hutajulu.

Mengenai dasar keberatan kedua, penasehat memberi contoh ketidakcermatan surat dakwaan. Dalam surat dakwaan disebutkan: Bahwa ia, terdakwa Muhammad Hasan setidak-tidaknya pada waktu lain di tahun 1989 - 1998, bertempat di kantor APHI & "dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara & ".

Menurut JPU, hal tersebut melanggar Pasal 1 ayat (1) sub a, jo Pasal 28, jo Pasal 34 c UU No. 3 Tahun 1971, jo. UU No. 31 Tahun 1999, jo Pasal 1 ayat (2), jo Pasal 55 ayat (1) ke 1, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam perumusan tersebut tentang pasal yang didakwakan dalam dakwaan primer maupun subsider, penuntut umum tidak menyebutkan secara rinci dan jelas pasal berapa dari UU No 31 Tahun 1999 yang digunakan. Karena selanjutnya UU No 31 Tahun 1999 untuk kemudan di jo-kan lagi dengan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan seterusnya. "Hal itu sangat penting untuk dapat menilai apakah perbuatan terdakwa memenuhi unsur delik atau tidak, serta ketentuan mana yang lebih menguntungkan terdakwa," ujar Hutajulu.

Tags: