Mendesak, UU Transfer Dana untuk Lindungi Nasabah Perbankan
Berita

Mendesak, UU Transfer Dana untuk Lindungi Nasabah Perbankan

Kegiatan transfer dana merupakan praktek yang sudah sehari-hari dilakukan masyarakat secara luas. Namun, ternyata perlindungan hukum, terutama bagi nasabah, dalam transfer dana masih sangat lemah. Karena itu, Bank Indonesia akan mengaturnya secara khusus dalam UU Transfer Dana.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Mendesak, UU Transfer Dana untuk Lindungi Nasabah Perbankan
Hukumonline

Kepala Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional BI, Dyah N.K. Makhijani, mengatakan bahwa keberadaan UU Transfer Dana di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat mendesak untuk melindungi nasabah. Menurut Dyah, hal tersebut dikarenakan saat ini belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai transfer dana dengan media elektronik maupun nonelektronik.

Mernurut Dyah, t

idak terdapatnya ketentuan yang berlaku secara umum mengenai transfer dana ini mengakibatkan timbulnya keluhan, terutama dari masyarakat pengguna jasa bank atau lembaga non bank. "Hal ini antara lain disebabkan karena tidak adanya kepastian mengenai hak dan kewajiban para pihak, waktu pelaksanaan transfer dana, dan batasan tanggung jawab para pihak," ujar Dyah.

Hal tersebut disampaikan Dyah yang juga merupakan salah satu perumus RUU Transfer Dana dalam seminar nasional bertajuk "Aspek Hukum Penerapan Electronic Fund Transfer dalam Rangka Penerapan Teknologi Sistem Informasi di Dunia Perbankan" di Universitas Pelita Harapan, Tangerang  (30/04).

Mengingat ketentuan transfer dana akan diberlakukan secara luas, baik kepada masyarakat maupun lembaga penyedia jasa keuangan bank dan nonbank, maka ketentuan transfer dana ini akan dibuat dalam bentuk UU oleh BI. Menurut Dyah, saat ini penyusunan RUU Transfer Dana telah berada dalam tahap pembahasan dengan para pakar dari berbagai perguruan tinggi.

Perlindungan hukum lemah

Kepada hukumonline, Dyah mengungkapkan bahwa saat ini perlindungan hukum bagi nasabah dalam hal transfer dana sangat lemah. Dalam hal transfer dana dilakukan media elektronik--seperti melalui ATM, phone banking atau internet--alat bukti dari transaksi tersebut juga merupakan hal yang sering kali menjadi permasalahan dalam pelaksanaannya.

UU Transfer Dana akan mengatur secara tegas, antara lain mengenai penyedia jasa transfer haruslah merupakan lembaga yang memiliki ijin untuk melakukan hal itu, sehingga memudahkan monitoring dan pengawasannya. Selain itu, untuk mencegah penyalahgunaan pengiriman uang oleh lembaga informal, penyedia jasa transfer diwajibkan memiliki informasi yang detail mengenai pengirim dan penerima dana.

Salah satu anggota tim pakar RUU Transfer Dana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Freddy Harris, menegaskan pula bahwa RUU tersebut juga akan mengatur transfer dana yang dilakukan oleh kantor pos ataupun kantor pajak yang selama ini telah berjalan.

Lebih jauh, Freddy mengungkapkan bahwa RUU Transfer Dana berniat melindungi nasabah dari praktek pemotongan-pemotongan dana secara sepihak oleh bank ketika melakukan transfer dengan alasan biaya transaksi. Menurutnya, pemotongan dana secara sepihak oleh bank haruslah atas pengetahuan pengirim dana. Pasalnya, hal itu dapat mempengaruhi kontrak (underlying contract) dengan pihak penerima dana.

Marak lewat ATM

Dalam kesempatan yang sama, Senior Vice President Group Head Consumer Liabilities Bank Mandiri, Kostaman Tayib mengungkapkan bahwa meski secara hukum perlindungan transfer dana elektronis relatif lemah, dari segi teknologi sistem informasi di perbankan, perlindungan bagi nasabah cukup memadai.

Perbankan yang telah menerapkan sistem phone banking maupun internet banking telah memasang pengamanan yang berlapis-lapis yang sulit dijebol pelaku kejahatan. Namun, Tayib mengakui bahwa praktek pembobolan rekening nasabah bank melalui ATM maupun internet masih terjadi.

Hal demikian, menurut Tayib, terjadi bukan karena si pelaku kejahatan berhasil menembus sistem pengamanan bank yang sudah dibuat berlapis-lapis. Namun, justru memanfaatkan ketidaktahuan nasabah tertentu. Ia mencontohkan kasus website klikBCA palsu dan penipuan dengan modus hadiah undian melalui telepon atau SMS.

Dalam hal penipuan yang sering terjadi--yaitu dengan modus mentransfer dana dengan jumlah tertentu ke sebuah rekening dengan alasan untuk membayar pajak undian-- menurut Tayib, pihak perbankan maupun polisi sulit untuk mengusutnya karena si pelaku telah membuat identitas palsu saat membuka rekening di bank yang bersangkutan.

Tayib mengatakan bahwa modus yang paling banyak terjadi di perbankan adalah pengambilan dana secara tidak sah melalui ATM. Pelakunya sangat beragam mulai dari sindikat sampai orang-orang yang dekat dengan korban, seperti pacar, isteri atau anak.

Tayib memberikan tips agar masyarakat tidak dengan mudah menjadi korban pembobolan dana lewat ATM, yaitu dengan secara rutin mengganti nomor PIN dari kartu ATM. Atau, juga dengan cara mempersulit akses bagi rekening yang jumlah dananya besar atau rekening yang khusus untuk dana investasi. 

Tags: