Tokoh Parpol dan Agama Tolak Penyalahgunaan Agama Dalam Kampanye
Utama

Tokoh Parpol dan Agama Tolak Penyalahgunaan Agama Dalam Kampanye

Masalah agama adalah masalah yang sangat sensitif. Jika disalahgunakan dalam berkampanye, dikhawatirkan akan menyulut konflik yang besar.

Oleh:
Zae
Bacaan 2 Menit
Tokoh Parpol dan Agama Tolak Penyalahgunaan Agama Dalam Kampanye
Hukumonline

 

Pernyataan Smita itu berangkat dari kembali digunakannya simbol-simbol agama dalam kampanye Pemilu 2004. Termasuk penggunaan ayat-ayat Al Qur'an saat menyampaikan kampanye. Smita mengakui bahwa hal itu memang bisa menjadi perekat dan penarik bagi rakyat pemilih. Namun, bila disalahgunakan, simbol-simbol itu bisa jadi jurang pemisah antar rakyat sendiri.

 

Senada dengan Smita, tokoh Partai Golkar Slamet Effendi Yusuf mengutip isi orasi jurkam salah satu Parpol yang harus dihindari. "Ada jurkam yang menyatakan bahwa jika tak memilih Parpol tersebut, dosanya selama lima tahun ke depan tidak ditanggung," ujar Slamet, sambil menambahkan bahwa hal seperti itu harus dihindari.

 

Isu sensitif

Sementara itu, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengungkapkan betapa sensitifnya isu agama. Menurutnya, Indonesia terdiri atas masyarakat yang plural dari segala sisi, termasuk agama. Hal tersebut sangat berpotensi untuk menjadi sumber konflik.

 

Azyumardi juga tidak setuju isu agama disalahgunakan dalam kampanye. "Hal-hal itu bersifat emosional. Jika dieksploitisasi bisa menimbulkan kerawanan tertentu," tegasnya.

 

Senada dengan Azyumardi, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, juga menyerukan dihindarkannya penggunakan simbol-simbol agama dalam kampanye, karena hal itu rawan penyalahgunaan. "Bangsa ini tengah berada dalam tikungan sejarah yang kritikal dari segi apapun. Karena itu perlu stamina spiritual yang bagus," ungkapnya.

 

Dukungan serupa datang dari Sekjen PDIP, Roy BB Janis. Menurutnya, PDIP merupakan salah satu Parpol yang paling sering kena sasaran dari isu-isu agama tersebut. Misalnya dengan menyebutkan bahwa PDIP merupakan Parpol yang didukung oleh agama tertentu, sehingga perlu dihindari oleh pemeluk agama lain.

 

Roy menyadari bahwa Parpol berdasarkan agama itu sudah ada sejak pertama kali diadakannya Pemilu, dan hal itu diperbolehkan. "Yang penting adalah bagaimana Parpol agama tersebut secara fair menggunakan isu agama untuk kepentingan bersama," ujarnya.

 

Pernyataan sikap

Pertemuan antara tokoh agama dan tokoh Parpol itu diakhiri dengan penandatanganan pernyataan bersama tersebut. Dalam pernyataan itu diserukan kepada seluruh elemen bangsa untuk sejauh mungkin menghindari kekerasan sebagai bagian dari solusi.

 

Kepada seluruh pengurus, aktivis, dan simpatisan Parpol dihimbau untuk sejauh mungkin tidak menggunakan agama sebagai komoditas politik. Lalu, kepada seluruh agamawan dan majelis agama-agama dihimbau untuk tidak terjebak pada kepentingan jangka pendek untuk melakukan penyalahgunaan agama.

 

Pada draf awal pernyatan sikap itu, beberapa kali disebutkan kata-kata 'politisasi' agama. Namun setelah mendapat masukan dari Sekum MUI, Dien Syamsuddin, kata-kata 'politisasi' diganti menjadi 'penyalahgunaan'. Alasannya, agama sebagai salah satu dasar dalam berpolitik itu tidak dilarang dan sudah dipraktekkan.

 

Pada bagian akhir, ada masukan juga dari Slamet Effendi Yusuf untuk memasukkan himbauan kepada penyelenggara Pemilu (KPU, Panwas, Aparat, Pemantau dan lain-lain) untuk dapat bekerja secara baik dan adil, sehingga terwujud Pemilu seperti yang diharapkan.

Karena itu, tokoh Parpol dan tokoh agama menyatukan langkah menyatakan sikap menolak penyalahgunaan agama dalam berkampanye. Pernyataan sikap bersama para tokoh agama danParpol itu dilakukan di Hotel Indonesia, Rabu (17/03). Dalam acara yang digagas oleh CETRO dan UIN Syarif Hidayatullah ini, hadir beberapa tokoh Parpol seperti Roy BB Janis dari PDIP, dan Slamet Efendi Yusuf dari Golkar. Sedangkan dari tokoh agama, hadir Dien Syamsudin dan Syafii Maarif. Sayangnya, justru tidak terlihat pengurus Parpol yang berasaskan agama.

 

Dalam pengantarnya, Direktur Eksekutif CETRO, Smita Notosusanto mengatakan bahwa  salah satu ciri Pemilu yang berhasil adalah adanya hak pemilih untuk bebas memilih sesuai dengan kehendaknya. Yakni, tanpa adanya tekanan dari sisi mana pun, termasuk dari sisi agama yang disalahgunakan.

Tags: