Kontroversi Penyadapan, Diatur Lewat UU atau PP
Berita

Kontroversi Penyadapan, Diatur Lewat UU atau PP

Depkominfo tak berkeberatan materi penyadapan diatur dengan Undang-Undang.

Red
Bacaan 2 Menit
Kontroversi Penyadapan, Diatur Lewat UU atau PP
Hukumonline

Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akhirnya mengeluarkan catatan klarifikasi dalam bentuk rilis setelah kontroversi tentang aturan penyadapan merebak. Kontroversi mencuat terutama setelah Depkominfo melansir Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Cara Intersepsi.

Dalam rilis yang diperoleh hukumonline, Depkominfo menyatakan akan mendukung seandainya ada upaya penyusunan RUU Penyadapan. Depkominfo akan mengutamakan esensi dan kualitas pembahasan. Tidak menjadi soal penting apakah nanti penyadapan diatur dengan UU atau PP. Kontroversi itu juga bukan soal kalah atau menang, “tetapi semata-mata untuk kepentingan bersama”.

Sejumlah elemen masyarakat memang mengajukan kritik terhadap RPP tersebut. Salah satu argumen yang dipakai adalah penyadapan berkaitan dengan hak asasi manusia, dan oleh karena itu mesti diatur dalam bentuk Undang-Undang (UU). Bagi kelompok ini, RPP menyalahi kodrat pembentukan peraturan perundang-undangan. “Mekanisme penyadapan harus diatur dalam bentuk Undang-Undang, bukan PP,” kata praktisi hukum Iskandar Sonhaji.

Indonesia Corruption Watch (ICW) termasuk ke dalam kelompok yang mengkritik RPP Penyadapan. Kelompok ini menunjuk putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-I/2003 dan No. 012-016-019/PUU-IV/2006 yang mendudukkan penyadapan dan perekaman pembicaraan sebagai pembatasan terhadap hak asasi, sehingga harus dilakukan dengan Undang-Undang.

Namun, usulan Depkominfo juga bukan tanpa dasar. Dalam keterangan resminya, Kepala Pusat Informasi dan Humas, Gatot S Dewa Baroto, menegaskan dua hal penting. Pertama, pembentukan RPP Penyadapan merupakan amanat Undang-Undang. Pasal 40 ayat (3) UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menyebutkan ketentuan mengenai tata cara permintaan dan pemberian rekaman informasi diatur dengan PP. Hingga kini, PP dimaksud UU Telekomunikasi belum terbit. Yang muncul adalah Peraturan Menkominfo No. 11/Per/M.Kominfo/2/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi.

Selanjutnya, pasal 31 ayat (4) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan ketentuan mengenai tata cara intersepsi diatur dengan PP. Nah, amanat kedua Undang-Undang itulah yang disatukan menjadi RPP tentang Tata Cara Intersepsi.

Kedua, pembahasan RPP sudah melibatkan tim interdep sejak Mei 2008 ditandai dengan pembentukan Tim Antar Departemen. Pada beberapa sesi rapat KPK juga hadir. Depkominfo menegaskan bahwa KPK merupakan bagian Tim Antar Departemen untuk penyusunan RPP Penyadapan (RPP Tata Cara Intesepsi). Pada 20 Oktober 2009, Menkominfo sudah menyampaikan naskah RPP kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan harmonisasi. Pada 9 November berikutnya, Depkominfo menggelar seminar lawful interception bersama Kejaksaan Agung Australia. Terakhir, pada 25 November lalu Departemen Hukum dan HAM mengundang seluruh Tim Antar Departemen dalam rangka harmonisasi.

Poin kedua ini sekaligus menepis anggapan bahwa RPP Penyadapan disusun sebagai reaksi Pemerintah atas pemutaran rekaman Anggodo dengan sejumlah pihak di sidang Mahkamah Konstitusi. Sebelum kasus itu muncul, gagasan tentang RPP Penyadapan sudah dibahas.

Bukan melemahkan KPK
Gatot S. Dewa Broto juga menegaskan bahwa Depkominfo tidak memiliki niatan sama sekali untuk melemahkan KPK sehubungan dengan RPP bernama lengkap RPP Tata Cara Intersepsi itu. “Sama sekali tidak ada niatan sekalipun bagi Departemen Kominfo untuk melemahkan fungsi KPK dalam penyadapan”. Pernyataan serupa pernah disampaikan Menkominfo Tifatul Sembiring saat menjadi pembicara kunci pada seminar yang dilaksanakan KPK pada 3 Desember lalu.

Para penyusun RPP, jelas Gatot, sudah memahami sejak awal bahwa UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK memberikan wewenang kepada Komisi itu melakukan penyadapan. Secara hierarkis, PP juga tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.

Walhasil, kini perdebatannya berputar pada bentuk peraturan perundang-undangan yang akan mengatur penyadapan. Apakah akan diatur dengan Undang-Undang atau dengan Peraturan Pemerintah. Menurut Anda?

Tags:

Berita Terkait