Tabrak Aturan KUHAP, Polda Metro Jaya ‘Digugat’
Berita

Tabrak Aturan KUHAP, Polda Metro Jaya ‘Digugat’

Kasus ini merupakan potret carut marutnya penerapan KUHAP di lapangan. Secara normatif, polisi tetap berkilah sudah bertindak sesuai aturan.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Tabrak Aturan KUHAP, Polda Metro Jaya ‘Digugat’
Hukumonline

Nahas benar nasib Susandhi bin Sukatma alias Aan. Sudah digeledah dan dipukuli orang sipil, statusnya cepat berubah menjadi tersangka kepemilikan ekstasi. Padahal, asal muasal keterlibatannya dalam kasus ini adalah soal senjata api. Ironisnya, penyiksaan yang dilakukan warga sipil dilakukan di depan oknum polisi dari Polda Maluku. Interogasi pun tak dilakukan di kantor polisi, melainkan di lantai 8 Gedung Artha Graha Kawasan SCBD Jalan Sudirman Jakarta. Bukan hanya itu. Pengacara Aan menuduh polisi mengabaikan hak-hak Aan untuk mendapatkan penasihat hukum selama proses pemeriksaan.

Kasus Aan akhirnya bergulir ke permukaan. Ia sudah mengadu antara lain ke Komnas HAM, dan polisi. Bisa jadi, perlakuan yang dialami Aan merupakan potret bagaimana KUHAP ditabrak aparat penegak hukum sehari-hari. Kalaupun ia benar melakukan tindak pidana sebagaimana dituduhkan polisi, apakah sipil layak memukul tersangka di depan mata polisi? Apakah sipil layak melakukan penggeledahan?  

 

Kini, Aan mencoba berjuang lewat jalur hukum. Satu demi satu tahap sudah ia jalankan. Orang yang melakukan penyiksaan sudah ia laporkan ke polisi. Pekan ini, Aan berjuang lewat praperadilan di PN Jakarta Selatan. Secara umum, Aan dan pengacaranya menilai Polda Metro Jaya, khususnya Direktorat Narkoba, menabrak aturan-aturan KUHAP.

 

Simak saja kronologis versi pengacara Aan. Pada 14 Desember 2009 siang, Aan diperiksa oknum Polda Maluku sebagai saksi atas kepemilikan senjata api ilegal milik PT Maritim Timur Jaya. Sejak di sini saja, benih-benih pelanggaran KUHAP mulai terasa. Polisi tak menunjukkan identitas, tak juga dilengkapi surat izin penggeledahan dari PN Jakarta Selatan. Maklum, pemeriksa adalah polisi dari Polda Maluku. Di tempat yang sama, gedung Artha Graha, Aan diduga dipukuli hingga lula oleh oknum sipil berinisial VBL. Warga lain menggeledah kantong Aan. Ironisnya, polisi membiarkan pelanggaran itu terjadi.

 

Pasal 1 angka 18 KUHAP sudah tegas menyebutkan “penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita”. Jelas, bahwa yang melakukan penggeledahan harus penyidik. Yang terjadi, penggeledahan barang-barang Aan dilakukan oknum sipil. Dari situlah muncul –pengacara menganggapnya sebagai rekayasa – tuduhan kepemilikan ekstasi.

 

Yang tak kalah ironis, pemeriksaan Aan dilakukan polisi tanpa didampingi penasihat hukum (pasal 56 KUHAP). Dari semua rangkaian itulah pengacara Aan yakin polisi telah menabrak banyak aturan KUHAP. Daniel Panjaitan, pengacara Aan, meminta PN Jakarta Selatan memutuskan penetapan status tersangka, penangkapan dan penahanan Aan tidak sah.

 

Bantah

Polda Metro Jaya menepis tudingan Aan dan pengacaranya. AKBP Syamsurizal, anggota Bidang Pembinaan Hukum Polda Metro Jaya, memaparkan jawaban versi polisi. Soal bantuan hukum misalnya. Polisi menyodorkan bukti bahwa dalam proses pemeriksaan Aan sudah menolak didampingi penasihat hukum. Tapi, anehnya, polisi mengakui pula ada pengiriman permohonan untuk didampingi penasihat hukum.

Tags: