MA Tegaskan Kuasa Hukum Tak Bisa Ajukan PK Kasus Pidana
Utama

MA Tegaskan Kuasa Hukum Tak Bisa Ajukan PK Kasus Pidana

Majelis Hakim Agung menyatakan tidak dapat menerima peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana Taswin Zein. Pasalnya, permohonan PK diajukan oleh kuasa hukum terpidana.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Hakim Ad Hoc Tipikor MA, Krisna Harahap.  Foto: Sgp
Hakim Ad Hoc Tipikor MA, Krisna Harahap. Foto: Sgp

Sebuah gebrakan hukum dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam perkara peninjauan kembali yang diajukan oleh Taswin Zein. Permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana kasus korupsi proyek peningkatan Pelatihan Pemagangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI itu, dinyatakan tak dapat diterima.

 

Alasannya, menurut majelis, karena permohonan PK itu diajukan oleh kuasa hukum terpidana. Bukan oleh terpidana atau ahli warisnya seperti yang ditentukan oleh Pasal 263 dan Pasal 265 KUHAP. "Majelis tidak dapat menerima permohonan PK dari kuasa hukum terpidana, " ujar salah seorang anggota majelis, Krisna Harahap, ketika dikonfirmasi, Rabu (3/3).

 

Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyebutkan, 'Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung'.

 

Majelis hakim agung yang mengadili perkara ini diketuai Artidjo Alkostar serta Krisna Harahap, MS Lumme, Leo Hutagalung dan Abbas Said masing-masing sebagai anggota. Krisna menyatakan putusan ini sekaligus menerobos kebiasaan yang selama ini yang tetap memeriksa permohonan PK yang diajukan kuasa hukum terpidana.

 

Padahal, lanjut Krisna, praktek ini jelas-jelas tak hanya melanggar KUHAP tetapi juga Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang pernah dikeluarkan pada 1984 dan 1988 ketika MA dipimpin oleh Adi Andojo dan Ali Said. Meski begitu, putusan ini tidak diambil secara bulat. Dua anggota majelis dalam perkara ini mengajukan dissenting opinion atau pendapat berbeda.

 

Kedua hakim itu adalah Leo Hutagalung dan Abbas Said. Mereka beranggapan permohonan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana walau melanggar ketentuan KUHAP seharusnya boleh dilaksanakan. Praktek ini untuk memberi kesempatan kepada para pelaku tindak pidana korupsi mengajukan PK dari luar negeri yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan RI, seperti Singapura.

Tags: