UU Hak Cipta Belum Bisa Melindungi Karya Arsitektur
Utama

UU Hak Cipta Belum Bisa Melindungi Karya Arsitektur

Di Indonesia, belum ada kasus hukum seorang arsitek mempersoalkan plagiarisme arsitek lain terhadap bangunan yang dibuatnya. Apa yang salah?

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Gedung Menara Global (kiri) Menara Imperium (kanan). Foto: Ilustrasi-Sgp
Gedung Menara Global (kiri) Menara Imperium (kanan). Foto: Ilustrasi-Sgp

Bila berkeliling ke sejumlah kota besar tentu Anda akan melihat gedung-gedung pencakar langit yang berdiri kokoh. Tak sedikit gedung itu memiliki kemiripan satu sama lain bahkan ada yang sama persis. Pernahkah Anda berpikir kesamaan itu termasuk plagiarisme? Atau apakah tindakan ‘mencontek’ karya arsitektur itu bisa dijerat dengan UU Hak Cipta?

 

Pertanyaan-pertanyaan ini yang coba dijawab oleh advokat sekaligus konsultan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Belinda Rosalina dalam disertasinya yang bertajuk ‘Perlindungan Karya Arsitektur Berdasarkan Hukum Hak Cipta: Perspektif Similaritas Substansial pada Sengketa Hak Cipta Karya Arsitektur’.

 

Di hadapan sidang doktoral, Belinda mengatakan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah gagal melindungi plagiarisme terhadap karya arsitektur. Ia menjelaskan walaupun perlindungan bagi karya arsitektur telah ada dalam UU Hak Cipta, pada kenyataannya ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan oleh pencipta maupun pemegang hak cipta atas karya arsitektur.

 

Hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya kasus hukum sengketa hak cipta terhadap karya arsitektur di pengadilan Indonesia. Belinda mencatat ada tiga faktor yang memengaruhi hal itu. “Pertama, UU Hak Cipta kurang memberikan perlindungan yang memadai bagi karya arsitektur termasuk pencipta dan pemegang hak ciptanya,” ujarnya dalam sidang terbuka di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (20/6). 

 

Kedua, budaya masyarakat Indonesia yang enggan memanfaatkan UU Hak Cipta dalam kaitannya dengan karya arsitektur. Dan ketiga, kurangnya sosialisasi UU Hak Cipta kepada masyarakat arsitektur. “Banyak arsitek yang belum paham mengenai hal ini. Bahkan, mayoritas dari mereka beranggapan tak perlu diatur,” ujarnya. 

 

Dalam Pasal 12 huruf q UU Hak Cipta, lanjut Belinda, memang menyebut arsitektur sebagai salah satu ciptaan dalam bidang yang dilindungi ciptaannya. Namun, menurut dia, penyebutan ‘arsitektur’ tidak tepat. Pasalnya, pengertian arsitektur bersifat abstrak. “Seharusnya, disebut karya arsitektur,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: