Advokat KAI Khawatir Terjegal Ujian Khusus Peradi
Berita

Advokat KAI Khawatir Terjegal Ujian Khusus Peradi

Penyelenggaraan Ujian Khusus dituntut lebih transparan

IHW/Ali
Bacaan 2 Menit
Penyelenggaraan ujian khusus dituntut lebih transparan, <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
Penyelenggaraan ujian khusus dituntut lebih transparan, <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Herdi Nuzululsyah pasrah. Pengacara dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini mengaku bingung setelah mengetahui pengumuman Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) tentang pendataan ulang dan penyelesaian masalah calon advokat KAI.

 

Dalam pengumuman itu disebutkan bahwa Peradi hanya memberi satu kali kesempatan kepada calon advokat KAI untuk mendaftarkan diri ke Peradi. Lewat Dewan Pimpinan Cabang Peradi, para calon advokat KAI itu diminta menyampaikan beberapa kelengkapan administrasi. Mulai dari fotokopi KTP, ijasah pendidikan tinggi hukum sampai biaya pendataan ulang sebesar Rp450 ribu.

 

Tapi bukan persyaratan administrasi itu yang membikin Herdi masygul. Melainkan syarat ‘Ujian Khusus’ yang harus dilalui calon advokat KAI terlebih dulu untuk bisa diterima menjadi anggota Peradi.

 

Herdi mengaku persyaratan yang ditetapkan Peradi makin menguras biaya dan waktu yang ia punya untuk sekadar menyandang gelar profesi yang mulia dan terhormat itu. Ia pun sudah pasrah terkait nasibnya sebagai advokat.

 

“Saya mah terserah saja, mau jadi advokat atau nggak. Kalau harus mengeluarkan uang lagi, mendingan untuk modal usaha saja,” ujar pria yang sambil berwirausaha di bidang percetakan ini.

 

Walau begitu, dalam hati kecil Herdi memang masih tersimpan cita-cita untuk menyandang profesi advokat. Ia berharap para pimpinan organisasi baik dari KAI dan Peradi dapat menemukan titik temu yang tak membebankan orang yang ingin berprofesi sebagai advokat. “Saya ingin kita semua bersatu kembali,” harapnya.

 

Sikap senada datang dari advokat KAI lainnya, Abdullah Sani. Alih-alih mengikuti pendataan ulang Peradi, Sani malah khawatir terjegal di Ujian Khusus. Soalnya, Sani masih trauma dengan ujian Peradi yang ia nilai tak transparan. “Kita tidak pernah tahu kenapa kita sampai nggak lulus. Jangan-jangan Ujian Khusus ini dijadikan ajang balas dendam dengan tidak meluluskan kami yang dari KAI,” kata Sani yang mengaku gagal di ujian Peradi 2008 lalu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: