Gestun Berlebihan Bahayakan Nasabah dan Perbankan
Berita

Gestun Berlebihan Bahayakan Nasabah dan Perbankan

Bagi nasabah, gestun kartu kredit berlebihan dapat menyebabkan penumpukan utang. Bagi perbankan, dapat mendongkrak jumlah kredit macet.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Gesek tunai berlebihan bahayakan nasabah dan perbankan, Foto: Ilustrasi (Sgp)
Gesek tunai berlebihan bahayakan nasabah dan perbankan, Foto: Ilustrasi (Sgp)

Masalah kartu kredit menjadi primadona di tahun 2009. Bagaimana tidak, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat jumlah pengaduan kartu kredit menduduki peringkat teratas pada tahun itu. Dari 501 laporan masalah perbankan, ada 91 laporan terkait kasus kartu kredit. Jumlah ini bertambah hingga September 2010 sebanyak 64 laporan.

 

Sebagian besar masalah kartu kredit disebabkan ketidakmampuan para nasabah dalam membayar kewajiban utang. Praktik gesek tunai atau dikenal gestun tanpa melalui ATM atau di merchant terkadang menyebabkan nasabah tak sadarkan diri dalam menggunakan kartu kredit. Hal ini menyebabkan penumpukan utang bagi si pemegang kartu kredit.

 

Belakangan, nasabah kartu kredit gemar melakukan gestun di merchant lantaran bunga yang dibebani hanya 2-2,5 persen dan tidak dikenai biaya administrasi. Merchant adalah penjual barang dan/jasa yang menerima pembayaran dari transaksi penggunaan kartu kredit dan/atau kartu debet.

 

Ketua Harian YLKI Sudaryatmo mengatakan, sebenarnya, tidak ada pihak yang dirugikan dalam transaksi gestun, baik itu melalui ATM atau merchant. Apalagi, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

 

Namun data YLKI menyebutkan, dalam rentang Juli-Agustus 2010, pengguna layanan kredit gestun naik sekitar 1,02 persen. Tapi pada saat bersamaan, kredit bermasalah yang timbul akibat kartu kredit (non performing loan/NPL) turut terkerek sekitar 0,45 persen.

 

Oleh sebab itu, Sudaryatmo menilai, daya beli masyarakat Indonesia tergolong semu karena praktik gestun ini. Maksudnya, pertumbuhan konsumsi bukan ditopang oleh pertumbuhan pendapatan melainkan peningkatan jumlah kredit. “Akibatnya banyak para nasabah kartu kredit yang terlibat utang akibat daya beli yang semu ini,” katanya.

 

Menurut Sudaryatmo, praktik gestun yang dilakukan nasabah kartu kredit tak lepas dari peran perbankan. Ia mengatakan, bank mempunyai kewajiban untuk menjelaskan produknya secara utuh kepada nasabah. Atas dasar itu, ia menganggap BI kurang serius dalam konteks perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dan perbankan.

 

Namun, pernyataan Sudaryatmo dibantah oleh Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi A Johansyah. Menurutnya, BI selalu meminta perbankan untuk mensosialisasikan secara detil seluruh produk perbankan yang ditawarinya kepada nasabah. “Kami selalu meminta bank-bank untuk mensosialisasikan produknya secara detil,” kata Difi kepada hukumonline.

 

Difi tak membantah maraknya praktik gestun yang tidak terkontrol dapat menyebabkan NPL. Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar nasabah tidak terlalu hobi melakukan gestun kecuali si nasabah sanggup membayar seluruh kewajibannya di kemudian hari. “Kami juga kan tidak mau disalahkan kalau ada kasus kredit macet,” tuturnya.

 

Dikatakan Difi, sejauh ini BI dan Asosiasi kartu Kredit Indonesia (AKKI) sudah menutup 500 merchant karena dinilai telah melakukan praktik yang dilarang menurut ketentuan bank sentral. Dari sekian banyak merchant yang ditutup itu sebagian besar merupakan toko emas dan toko elektronika.

 

Sekadar catatan, dalam PBI No 11/11/PBI/2009 dinyatakan, Acquirer (bank penerbit) wajib menghentikan kerja sama dengan merchant atau pedagang yang merugikan Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau Pemegang Kartu, antara lain Pedagang diketahui telah melakukan kerja sama dengan pelaku kejahatan (fraudster), memproses penarikan atau gesek tunai (cash withdrwal transaction) Kartu Kredit, atau memproses tambahan biaya transaksi (surcharge).

Tags: