Reformasi Polri Terbentur Masalah Kultural
Utama

Reformasi Polri Terbentur Masalah Kultural

Budaya intervensi pimpinan dalam penanganan suatu kasus harus segera direformasi di tubuh kepolisian.

ASh
Bacaan 2 Menit
Praktik intervensi pimpinan Polri terhadap penanganan kasus<br>menjadi bukti Reformasi Polri belum berjalan.<br>Foto: Sgp
Praktik intervensi pimpinan Polri terhadap penanganan kasus<br>menjadi bukti Reformasi Polri belum berjalan.<br>Foto: Sgp

Reformasi di tubuh kepolisian yang mengacu pada Buku Biru Kepolisian Tahun 1998 dan Grand Strategi Kepolisian 2005-2025 dinilai belum berjalan optimal. Salah satu kendalanya adalah faktor kultural birokrasi lembaga kepolisian yang sulit diubah. Hal itu tak terlepas dari keteladanan pimpinan kepolisian yang mengakibatkan birokrasi kepolisian - yang masih dipengaruhi budaya militer - tidak termovitasi untuk mengubah kulturnya.    

 

“Secara struktur atau cultural (budaya), setiap gagasan reformasi kepolisian harus didukung oleh para perwira senior, maka teladan dari perwira senior akan kepatuhan hukum adalah hal yang utama,“ ujar Prof Mardjono Reksodiputro saat memaparkan hasil penelitian sementara yang berjudul “Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Reformasi Kepolisian” dalam Seminar Pengkajian Hukum Nasional 2010 di Hotel Millenium Jakarta, Senin (8/11).                

 

Terlebih, kata Mardjono, lembaga kepolisian masih kesulitan untuk mencari sosok pemimpin yang mampu menjalankan reformasi di tubuh kepolisian. Untuk itu, dibutuhkan bantuan pihak eksternal Polri untuk mendukung program reformasi di kepolisian sesuai harapan masyarakat.

 

Selain itu, pengaduan atau keluhan masyarakat sebagian besar terkait pada tugas kepolisian sebagai penegak hukum seperti dugaan penyalahgunaan wewenang, tindakan korupsi, dan perlakuan diskriminatif. Hal itu didasarkan pada data Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Mabes Polri.

 

“Ditambah lagi, masih belum jelasnya sistem reward and punishment, meski ada aturan Pedoman Penyusunan Standar dan Akreditasi Profesi Polisi Tahun 2004, aturan itu belum cukup mengatur secara detil. Karena itu, perlu diatur secara jelas dan tegas tentang reward and punishment ini,” ujar Sekretaris KHN itu menyarankan.                

 

Sementara itu, Direktur Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda berpendapat bahwa sulitnya Polri mengubah kultur tak terlepas dari sejarah Polri yang sebelumnya bagian dari struktur dan budaya TNI. “Sulitnya Polri berubah dari aspek kultural karena Polri terlalu lama dalam struktur, budaya, instrumen dan doktrin TNI yang sangat berbeda fungsinya,” kata Chairul.             

 

Menurutnya, budaya komando dari pimpinan Polri masih mendomininasi di tubuh kepolisian. Ia mencontohkan fungsi penegakan hukum Polri lebih banyak ditentukan oleh pimpinan.  Padahal, seorang penyidik di bagian reserse merupakan profesi yang seharusnya tidak boleh diintervensi oleh pimpinan dalam melaksanakan tugasnya.

 

“Faktanya banyak kasus, intervensi pimpinan dalam penanganan kasus sangat besar, arah perjalanan suatu kasus sangat ditentukan oleh pimpinan, ini yang seharusnya direformasi,” sarannya. “Ini saya kira tradisi militer yang diterapkan dimana suatu perintah dari pimpinan harus dilaksanakan, jika tidak, bisa dicopot jabatan bawahannya itu.”                          

 

Sementara itu konsultan ahli dari Badan Narkotika Nasional, Ahwil Lutan mengakui bahwa aspek kultural adalah aspek yang paling sulit diubah selain aspek struktural dan instrumental (peraturan). “Aspek ini juga sudah dicantumkan dalam Buku Biru Kepolisian Tahun 1998 dan Grand Design Polri Tahun 2005-2025,” kata Ahwil.  

 

Menyadari itu, Polri juga telah berupaya mengeluarkan kebijakan rencana strategis 2009-2014 untuk melakukan akselarasi reformasi kultural yang menitiberatkan pada budaya. Selain itu sejak tahun 2009, Polri telah mengeluarkan program quick wins Polri dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat.   

 

“Program ini untuk mengubah pola dan budaya kerja Polri sekaligus meningkatkan kualitas dan profesionalisme Polri dalam memberikan pelayanan publik,” tambahnya.

Tags: