UU Keimigrasian Ramah Investor
Utama

UU Keimigrasian Ramah Investor

UU Keimigrasian dinilai sudah cukup pas untuk melindungi warga negara asing yang menikah oleh perempuan Indonesia beserta keturunannya yang ingin tinggal di Indonesia.

Oleh:
Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Menkumham berharap UU Keimigrasian dapat menarik minat<br>investor asing. Foto: Sgp
Menkumham berharap UU Keimigrasian dapat menarik minat<br>investor asing. Foto: Sgp

Ketokan palu pimpinan rapat paripurna DPR Priyo Budi Santoso disambut suka cita oleh sejumlah ibu-ibu yang berasal dari komunitas Perkawinan Campuran (PerCa). Pasalnya, perjuangan mereka bertahun-tahun mengadvokasi RUU Keimigrasian telah rampung. Hari ini, Kamis (7/4), DPR dan pemerintah telah sepakat menyetujui agar RUU ini disahkan menjadi undang-undang.

 

UU Keimigrasian ini memang kerap bersinggungan dengan para orang asing dan keluarganya untuk menetap di Indonesia. Karenanya, pemerintah  berharap UU Keimigrasian ini dapat menarik minat investor untuk berusaha dan tinggal di Indonesia dengan tenang.

 

“Ini berita gembira bagi para investor,” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham) Patrialis Akbar yang intens membahas RUU ini bersama Panitia Kerja (Panja) RUU Keimigrasian Komisi III DPR.

 

Patrialis mengungkapkan UU Keimigrasian yang baru ini cukup ramah investor dibanding UU Keimigrasian yang lama. Contohnya, izin tinggal tetap untuk para investor. Pasal 60 ayat (1) UU Keimigrasian ini menyatakan investor –atau rohaniawan, pekerja dan lanjut usia- dapat memperoleh Izin Tinggal Tetap setelah ia menetap selama tiga tahun berturut-turut di Indonesia dan menyatakan integrasi kepada Pemerintah Indonesia.

 

Aturan ini lebih longgar. Dalam UU Keimigrasian yang lama (UU No 9 Tahun 1992), Izin Tinggal Tetap baru bisa diperoleh setelah seorang warga negara asing sudah menetap di Indonesia lima tahun berturut-turut. “Sekarang cukup tiga tahun saja. Jadi, mereka tidak usah mondar-mandir urus Izin Tinggal Tetap,” ujarnya.

 

Lalu siapa yang dimaksud sebagai investor dalam UU Keimigrasian ini? Patrialis mengatakan akan ada peraturan pemerintah (PP) yang menjelaskan besaran investasi agar seorang warga negara asing dapat masuk kategori investor sesuai pasal ini. “Besar kecilnya akan diatur dalam PP. Kalau investasinya hanya ecek-ecek ya buat apa,” tegasnya. Meski begitu, ia menjelaskan pasal ini merujuk kepada investasi dari sektor mana pun.

 

UU Keimigrasian

 

Pasal 54 ayat (1) huruf a

Izin Tinggal Tetap dapat diberikan kepada: Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas sebagai rohaniawan, pekerja, investor dan lanjut usia.  

 

Pasal 60 ayat (1)

Izin Tinggal Tetap bagi pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf a diberikan setelah pemohon tinggal menetap selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan menandatangani pernyataan integrasi kepada pemerintah Republik Indonesia.

  

Julie Mace dari PerCa Indonesia menyambut gembira terbitnya UU Keimigrasian ini. Ia bersama rekan-rekannya sesama pelaku kawin campur dengan warga negara asing tentu sudah lama menunggu kehadiran undang-undang ini. Sebagai informasi, RUU Keimigrasian ini sudah pernah dibahas pada 2005. Namun terhenti di tengah jalan.

 

Lalu, pembahasan dibuka kembali pada 2010 oleh Menhukham Patrialis Akbar. Hanya dalam kurun waktu satu tahun, RUU ini akhirnya sudah bisa disetujui oleh DPR dan Pemerintah. Dan tinggal menunggu pengesahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jangka waktu 30 hari ke depan.

 

Julie menilai UU Keimigrasian ini sudah cukup pas untuk melindungi warga negara asing yang menikah oleh perempuan Indonesia beserta keturunannya yang ingin tinggal di Indonesia. “Undang-undang ini mempermudah pengurusan Izin Tinggal Tetap bagi para suami-suami dan anak-anak kami,” ujarnya.

 

Meski begitu masih ada sesuatu yang mengganjal di benak Julie. Ia menunjuk Pasal 61 yang menyatakan bahwa pemegang Izin Tinggal terbatas dan Izin Tinggal Tetap yang menikah dengan perempuan Indonesia dapat melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan/atau keluarganya.

 

Namun, Julie masih meragukan efektifitas pasal ini karena Kementerian terkait, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) belum mengatur hal ini. UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa tenaga kerja asing adalah warga negara asing yang datang ke Indonesia menggunakan visa kerja. “Jadi, tidak termasuk pasangan kami,” ujarnya. Ia pun berharap ada pengaturan yang lebih tegas agar membuat Pasal 61 bisa berlaku efektif.

 

“Kalau untuk tinggal, UU Keimigrasian ini memang sudah cukup oke. Tapi, kalau untuk mencari nafkah, kami masih bingung bagaimana efektifitas UU Keimigrasian ini ke depan,” pungkasnya.

 

Tags: