Pollycarpus Ajukan PK atas PK
Berita

Pollycarpus Ajukan PK atas PK

Kejaksaan siap hadapi PK Pollycarpus.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Pengacara Pollycarpus Wirawan Adnan (kanan) yakin kliennya<br> masih punya hak mengajukan PK. Foto: Sgp
Pengacara Pollycarpus Wirawan Adnan (kanan) yakin kliennya<br> masih punya hak mengajukan PK. Foto: Sgp

Hukuman 20 tahun penjara tak menghentikan langkah Pollycarpus Budihari Priyanto untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). Terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir itu bahkan sudah sebulan mendaftarkan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jika tak ada aral melintang, Selasa pekan depan (7/6) persidangan pemeriksaan kelengkapan PK digelar.

 

Pengacara Pollycarpus, Wirawan Adnan menuturkan, walau Mahkamah Agung (MA) sebelumnya sudah memutus PK yang diajukan Jaksa, ia yakin kliennya masih punya hak mengajukan PK. Ia berpandangan PK itu adalah hak terpidana.

 

Wirawan melanjutkan, alasan Polly mengajukan PK adalah karena adanya novum (fakta baru) dan kekhilafan hakim. Untuk novum, pihak Polly telah mengantongi keterangan dari ahli forensik yang menyatakan bahwa manusia tahan racun selama 10 jam. Apabila ditarik mundur, 10 jam sebelumnya Munir berada dalam penerbangan dan bukan di Bandara Changi, Singapura.

 

Novum ini sekaligus membantah argumen jaksa meyakini bahwa Munir diracun ketika berada di Bandara Changi, Singapura. Kemudian, pertemuan antara Polly dan Munir di Bandara Changi, dikuatkan oleh keterangan saksi bernama Raymond JJ Latuihamallo alias ongen, meski akhirnya keterangan itu dicabut dengan alasan ditekan oleh penyidik Mathius Salempang.

 

Hal-hal inilah yang dinilai Wirawan sebagai kejanggalan yang tidak dipertimbangan majelis hakim PK ketika memvonis Polly 20 tahun penjara. Dan, sejumlah kejanggalan ini tidak dipertimbangkan majelis hakim PK, sehingga pihak Polly menganggap telah terjadi kekhilafan hakim.

 

Mengapa, rekayasa itu tidak menjadikan perkara Polly gugur? Selanjutnya, dalam dakwan jaksa di pengadilan tingkat pertama, Polly dianggap bersalah membunuh Munir dalam penerbangan Jakarta-Singapura dengan menggunakan orange juice. Namun, oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diubah dari orange juice menjadi mie goreng.

 

Kemudian, ketika Polly divonis bebas di tingkat kasasi, “Jaksanya PK dan mengubah lagi. Pembunuhan itu bukan ketika penerbangan dari Jakarta-Singapura, tapi di Bandara Changi, Singapura. Inilah yang kami permasalahkan,” tuturnya. Lalu, novum yang diajukan jaksa, bukan lah bukti baru yang ditemukan, melainkan diciptakan oleh jaksa.

 

“Tidak ada kesaksian yang bisa jadi bukti baru. Bukti baru itu adalah bukti yang ditemukan, bukannya diciptakan. Kalau yang namanya PK, ada bukti lama tapi baru ditemukan sekarang. Kalau seperti itu, berarti Jaksa menciptakan bukti,” terangnya. Maka dari itu, Wirawan yakin telah terjadi kekhilafan hakim.

 

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad tidak mau banyak berkomentar. Ia hanya mengatakan, “ya, kalau ada panggilan sidang. Ya kami ikuti sidangnya”.

 

Sekadar mengingatkan, Polly divonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dianggap terbukti bersalah membunuh aktivis HAM, Munir. Tak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama, Polly mengajukan banding. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding Polly dan kembali menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Untuk itu, Polly pun mengajukan kasasi yang akhirnya memutus bebas dirinya.

 

Tak terima putusan kasasi Polly, jaksa mengajukan upaya PK dengan dasar adanya novum. PK tersebut diterima MA, sehingga Polly tetap divonis 20 tahun penjara. Tapi, PK yang diajukan Jaksa ini seringkali menjadi perdebatan, karena KUHAP mengaturnya sebagai hak terpidana ataupun ahli waris terpidana.

 

Sama halnya dengan pengacara Polly. Wirawan Adnan menganggap kliennya berhak untuk mengajukan PK, meski Ketua MA sudah mengeluarkan Surat Edaran yang hanya memperbolehkan PK diajukan satu kali, Wirawan bersikukuh Polly dapat ajukan PK. “PK memang hanya boleh diajukan satu kali. Betul. Tapi oleh terpidana,” tukasnya.

 

Sebagaimana diketahui, Ketua MA Harifin A Tumpa pada 12 Juni 2009 lalu telah meneken Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali. SEMA itu diberi nomor 10 Tahun 2009. Dalam surat yang ditujukan kepada para Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia itu, Mahkamah Agung melarang pengajuan PK lebih dari sekali dalam kasus yang sama, baik pidana maupun perdata.

 

Bentuk konkret pelarangan itu adalah MA memerintahkan Ketua PN dan Ketua PT untuk tidak menerima dan mengirimkan berkas PK ke MA. Namun SEMA itu memberi pengecualian. Khusus untuk PK yang didasarkan pada alasan pertentangan putusan, MA masih memberi kesempatan untuk menerima berkas PK itu. 

Tags:

Berita Terkait