Janda Cendana Uji Aturan Perceraian
Berita

Janda Cendana Uji Aturan Perceraian

Pemohon meminta Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan dicabut.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Halimah Agustina (kanan) mantan istri Bambang Trihatmodjo.<br> Foto: Arsipberita.com
Halimah Agustina (kanan) mantan istri Bambang Trihatmodjo.<br> Foto: Arsipberita.com

Pasca bercerai dengan Bambang Trihatmodjo, Halimah Agustina lewat kuasa hukumnya mengajukan permohonan pengujian UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal yang disasar yaitu Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f mengenai alasan perceraian karena pertengkaran terus menerus.

 

“Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan merugikan hak konstitusional klien kami (Halimah) yang dijamin Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945,” kata kuasa hukum Halimah, Chairunnisa Jafizham dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jum’at (8/7).

 

Selengkapnya Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f berbunyi, “Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.” Klausul ini juga tertuang dalam Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam (KHI).   

 

Chairunnisa menuturkan bahwa pengadilan telah memutuskan perceraian Halimah dan Bambang dengan alasan telah terjadi pertengkaran terus-menerus yang tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali dalam rumah tangga. Padahal, sergahnya, saat menggugat cerai talak, Bambang telah tinggal bersama dengan Mayangsari (istri Bambang saat ini, red) yang dituding sebagai penyebab pertengkaran. Sementara, Halimah sendiri mengaku telah berusaha untuk mempertahankan rumah tangganya.    

 

Sebagaimana diketahui, pada 2007 lalu gugatan cerai talak Bambang kepada Halimah telah dikabulkan Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan alasan antara keduanya sering terjadi pertengkaran, sehingga tidak ada harapan akan rukun lagi. Meski gugatan cerai talak sempat dinyatakan ditolak di tingkat banding dan kasasi. Namun, di tingkat peninjauan kembali (PK) gugatan cerai talak ini kembali dikabulkan dengan alasan yang sama.            

            

Pemohon menilai Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f tidak mengatur hal-hal apa saja yang menjadi penyebab perselisihan/pertengkaran itu terjadi. Hal ini menyebabkan pihak istri seringkali merasa dirugikan ketika ia diputus cerai talak oleh pengadilan dengan alasan pertengkaran terus-menerus.   

 

“Kebanyakan pihak istri yang menjadi korban ketika suami menjadi penyebab terjadi pertengkaran itu. Misalnya dalam kasus ini, suaminya menjalin hubungan gelap atau back street dengan perempuan lain seraya meninggalkan tempat kediaman bersama, sehingga pastinya pertengkaran tidak terhindarkan,” katanya.

 

Chairunnisa membandingkan alasan perceraian yang berlaku dalam Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) dan hukum perkawinan Islam yang tidak memuat alasan pertengkaran sebagai alasan cerai. Dalam Pasal 209 KUH Perdata hanya menetapkan karena zinah, meninggalkan kediaman bersama dengan iktikad buruk, dipidana penjara lima tahun atau lebih, penganiayaan berat.

 

Demikian pula Syariat Islam telah menetapkan alasan perceraian (talak) antara lain istri berzinah, istri nusyuz (ingkar) setelah dinasihati berulangkali, istri pemabuk/penjudi, atau melakukan kejahatan yang mengganggu kehidupan rumah tangga. Untuk memperkuat dalilnya, ia mengutip Surat An-Nisa (4): 19 yang intinya Allah SWT memerintahkan hamba-Nya agar cerai talak sedapat mungkin dihindari.

 

Karena itu, ia meminta agar Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan sepanjang frasa “antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat.

 

Ia menambahkan secara lebih gamblang bahwa tujuan pengujian undang-undang ini agar wanita Indonesia tidak disepelekan suaminya. Meski sebagai istri, dia telah menjalankan kewajibannya dengan baik, tetapi permohonan cerai talak suaminya tetap dikabulkan atas dasar pasal itu.

 

“Jadi bukan semata-mata untuk kasus klien saya, tetapi banyak wanita Indonesia yang mengalami hal serupa. Ini kita anggap tidak adil dan manusiawi,” dia menegaskan.          

 

Hakim Konstitusi Anwar Usman mengingatkan jika pengujian penjelasan pasal ini dikabulkan, maka hakim agama akan kesulitan mempertimbangkan kasus perceraian karena dasarnya dicabut. “Ketika sebuah rumah tangga tetap dipertahankan apakah akan berdampak buruk atau tidak, semuanya itu kan tergantung penilaian hakim agama,” katanya.

 

Meski demikian, ia mengakui idealnya sebuah rumah tangga sedapat mungkin dipertahankan sesuai Al Qur’an surat An-Nisa ayat 19 dan Hadits Rasulullah yang menyatakan perceraian adalah perkara halal, tetapi dibenci Allah SWT. “Tetapi, jika perceraian itu membawa mudharat (keburukan) yang lebih besar apakah rumah tangga itu akan tetap dipertahankan?”

Tags: