PTUN Batalkan Penangguhan UMP Jakarta
Berita

PTUN Batalkan Penangguhan UMP Jakarta

Serikat Pekerja mengapresiasi putusan PTUN Jakarta. Disnakertrans akan ajukan banding.

Oleh:
ADY/ANT
Bacaan 2 Menit
PTUN Batalkan Penangguhan UMP Jakarta
Hukumonline

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan surat keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang penangguhan upah minimum provinsi kepada sejumlah perusahaan. Majelis hakim beranggotakan Husman, I Nyoman Harnanta dan Elizabeth memutuskan Surat Keputusan (SK) penundaan upah tidak sah dan meminta Gubernur DKI Jakarta untuk mencabutnya.

Putusan majelis pada Kamis (07/11) lalu itu merupakan jawaban majelis hakim atas gugatan yang diajukan sejumlah buruh yang merasa dirugikan akibat berlakunya SK penangguhan UMP sebesar Rp2,2 juta di DKI Jakata. Maruli Tua Rajagukguk, pengacara publik yang mendampingi buruh menjelaskan SK Gubernur bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

“Terbukti menabrak peraturan perundang-undangan seperti Kepmenakertrans No. 231 Tahun 20013 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum dan Pergub No. 42 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan UMP,” katanya dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Jumat (8/11).

Kalangan Serikat Pekerja (SP) menyambut baik putusan PTUN Jakarta. Sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta memutuskan menempuh upaya hukum berikutnya. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, Priyono, memastikan Pemprov banding. Proses bandingnya diurus langsung Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta. “Kami menunggu sampai ada putusan yang mengikat,” tegasnya.

Sebaliknya, kalangan buruh menyambut positif putusan hakim. Ketua DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jakarta, Ramidi, mengatakan ada persoalan dalam proses pemberian izin penangguhan UMP 2013. Awalnya, keluhan itu sudah disampaikan serikat pekerja kepada Dinas Tenaga Kerja dan Dewan Pengupahan DKI Jakarta. Namun, pengaduan yang dilakukan serikat pekerja itu tidak mendapat tanggapan yang memuaskan. “Pengusaha menyodorkan bukti bahwa pekerja setuju dengan penangguhan, padahal itu terjadi karena dilakukan lewat intimidasi terhadap pekerja dengan ancaman pemecatan,” kata Ramidi.

Persyaratan administratif lain yang tidak dipenuhi pengusaha untuk mendapat izin penangguhan UMP menurut Ramidi adalah hasil audit akuntan publik. Audit itu diperlukan guna membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan mengalami kerugian dua tahun berturut-turut sehingga tidak mampu membayar UMP. Namun, Ramidi melihat yang dilampirkan perusahaan bukan hasil audit akuntan pulik tapi prediksi laba-rugi dua tahun ke depan.

Ramidi mengingatkan agar ke depan Pemda DKI Jakarta harus mengetahui bagaimana kondisi yang sebenarnya terjadi di perusahaan. “Pemerintah harus menyambangi perusahaan untuk mencari tahu apakah perusahaan itu mengalami kerugian sehingga tidak mampu membayar UMP,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait