Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri
Berita

Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri

Imbas politik bercampur dengan olahraga.

Oleh:
ALI
Bacaan 2 Menit
Dualisme Arbitrase Olahraga Indonesia Harus Diakhiri
Hukumonline

Kebingungan Ben Van Rompouy, Profesor Hukum Olahraga asal Belanda, melihat hukum olahraga Indonesia semakin bertambah. Setelah menilai isi UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional membingungkan, Ben juga tak habis pikir ketika mendengar fakta bahwa di Indonesia ternyata ada dua badan arbitrase olahraga.

Ben menyarankan Indonesia harus segera mengakhiri dualisme lembaga arbitrase olahraga agar penyelesaian sengketa olahraga di Indonesia bisa lebih efisien dan lebih efektif.

“Dualisme tidak efisien. Akan lebih efektif bila hanya ada satu badan arbitrase olahraga,” ujar peneliti hukum olahraga di Asser Institute Belanda ini, di Jakarta, Senin (25/11).

Sebagai informasi, di Indonesia memang dikenal dua lembaga penyelesaian sengketa atau arbitrase olahraga, yakni Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) dan Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI). BAKI dibentuk oleh Komite Olahraga Indonesia (untuk cabang-cabang yang dipertandingkan dalam olimpiade), sedangkan BAORI dibentuk melalui KONI. 

Sejumlah pengacara dan ahli hukum di Indonesia bertugas sebagai arbiter di dua lembaga ini. Misalnya, di BAKI, ada delapan arbiter, yakni M. Idwan Ganie selaku ketua, Anangga Roosdiono sebagai wakil ketua, serta Arief T Surowidjojo, Lelyana Santoso, Nursyahbani Katjasungkana, Pradjoto, Hikmahanto Juwana, dan Yozua Makes masing-masing sebagai anggota. Sedangkan BAORI diketuai oleh Guru Besar HTN FH UI Satya Arinanto.

Lebih lanjut, Ben membandingkan dengan Court of Arbitration for Sports (CAS) di Swiss yang menjadi pusat arbitrase sengketa olahraga di seluruh dunia. Pada 1990an, lembaga ini belum mendapat kepercayaan dari para praktisi olahraga. Namun, setelah itu, CAS memasukkan lebih banyak arbiter sehingga para pihak lebih banyak pilihan untuk menyelesaikan sengketa olahraga. Kebijakan ini dinilai cukup efektif.

Karenanya, Ben menyarankan agar arbitrase olahraga di Indonesia cukup satu lembaga, tetapi memasukkan lebih banyak arbiter ke lembaga tersebut.

Tags:

Berita Terkait