DPR Ancam Interpelasi Meneg BUMN
Utama

DPR Ancam Interpelasi Meneg BUMN

Dahlan Iskan harus menjelaskan persoalan outsourcing pada sidang paripurna pekan depan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. Foto: SGP
Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. Foto: SGP
Nada kesal membuncah dari sejumlah anggota Komisi IX terhadap Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN) Dahlan Iskan. Sejumlah rekomendasi yang diberikan Panja Outsourcing ternyata tak digubris oleh Dahlan. Sebaliknya, banyak pekerja kontrak di BUMN terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). DPR mengancam menggunakan hak interpelasi jika undangan di sidang paripurna tak juga digubris Dahlan.

“DPR meminta Menteri Negara BUMN memberikan penjelasan dalam sidang paripurna pekan depan untuk menjelaskan terkait masalah outsourcing BUMN, dan kalau anggota DPR tidak puas maka interpelasi tetap berjalan,” ujar Priyo Budi Santoso dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Selasa (25/2).

Keputusan Priyo mengambil langkah tersebut lantaran desakan dari sejumlah anggota dewan agar DPR segera menggunakan hak interpelasi. Dahlan dianggap telah mengesampingkan sejumlah rekomendasi yang telah disepakati dalam rapat kerja antara Panja outsourcing dengan Meneg BUMN. Dalam sidang paripurna perdebatan agar DPR menggunakan hak interpelasi makin kencang.

Anggota Komisi IX Poempida Hidayatulloh menegaskan, sejak diterbitkannya rekomendasi Panja Outsourcing BUMN pada Oktober 2013, respon Meneg BUMN dan jajaran direksi menyatakan tidak menjalankan rekomendasi tersebut. Malahan, rekomendasi tersebut dianggap sebagai produk politik. Menurutnya, pernyataan tersebut merendahkan martabat DPR.

“Dalam konteks ini pemerintah dapat diartikan telah mengkhianati kesepakatan dengan Panja, di mana menteri terkait menyatakan kepatuhan kepada hasil Panja,” ujarnya.

Praktik penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan diberlakukan hampir di sebagian BUMN di Indonesia. Ironisnya, dalam pelaksanaanya terjadi berbagai penyimpangan yang berdampak melemahnya posisi tawar pekerja kontrak dan hak normatif. Akibatnya, pekerja kontrak terabaikan secara sistematis.

Minimnya kehadiran pihak pemerintah dalam setiap pelaksanaan praktik penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan, menyebabkan lemahnya sistem pengawasan ketenagakerjaan. Akibatnya, masih banyak ditemukan pengawas yang tidak memiliki keberanian untuk melaksanakan penyidikan hukum ketenagakerjaan terhadap penyelewenangan norma.

Poempida yang mewakili 28 anggota pengusul hak interpelasi berpendapat, direksi BUMN memiliki tanggungjawab dalam menjalankan roda perusahaan berdasarkan UU. Namun faktanya, direksi BUMN justru mengabaikan amanat perundangan terutama persoalan ketenagakerjaan.

“Sehingga tuntutan pekerja yang sejauh ini belum juga dipenuhi,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Rieke Dyah Pitaloka mengamini pandangan Poempida. Anggota Komisi IX dari Fraksi PDIP itu mengatakan, 12 rekomendasi Panja Outsourcing diabaikan begitu saja oleh Menteri BUMN. Misalnya, melarang keberadaan serikat pekerja dan tak boleh melakukan pemutusan hubungan kerja.

“Hasil panja ini tidak dijalankan tapi dilanggar oleh perusahaan BUMN, dan tidak mungkin menteri bUMNnya tidak tahu. Makanya maju ke interplasi,” katanya.

Anggota Komisi IX lainnya Indra menambahkan, interpelasi yang diajukan bukan tanpa dasar. Soalnya, proses panjang mulai pembuatan Panja hingga terbitnya rekomendasi tak digubris Menteri BUMN. Terlebih, praktik outsourcing kian masif di BUMN.

“Kalau tidak dijalankan BUMN, bagaimana menegakan UU Ketenagakerjaan di swasta,” ujar politisi PKS itu.

Edhy Prabowo mengamini pandangan Poempida, Rieke dan Indra. Anggota Komisi VI dari Fraksi Gerindra itu berpandangan, proses usulan interpelasi tidak datang begitu saja dalam rapat paripurna, melainkan banyaknya persoalan di BUMN yang tak kunjung usai menemui jalan keluar.

Menurutnya, sekalipun interpelasi tidak digunakan DPR, namun pegawai kontrak BUMN dapat bekerja dengan baik dengan catatan diangkat menjadi pegawai tetap. “BUMN harusnya tidak masuk sektor outsourcing, outsourcing menyalahi UU Ketenagakerjaan. Tapi apakah Menteri BUMN bisa melaksanakan rekomendasi itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait