Meski Ada Kendala, Pemilu Berjalan Aman
Berita

Meski Ada Kendala, Pemilu Berjalan Aman

Perhitungan dan pergerakan kotak suara patut menjadi perhatian

Oleh:
ADY/ANT
Bacaan 2 Menit
Meski Ada Kendala, Pemilu Berjalan Aman
Hukumonline
Secara umum pemerintah menilai pemilu 2014 berlangsung tertib. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukham) Djoko Suyanto, mengatakan, pelaksanaan Pemilu Legislatif yang berlangsung pada Rabu (09/4) berjalan aman dan lancar. Padahal sebelumnya, sejumlah kalangan melihat ada kendala dalam pelaksanaan pemilu.

Meskipun aman dan lancar, Djoko mengakui masih ada pekerjaan rumah di masa mendatang. "Secara umum masih ada pekerjaan ke depan. Harus diwaspadai untuk menjaga agar proses demokrasi berjalan aman, nyaman dan tertib," tegasnya.

Menurut Djoko perjalanan proses demokrasi tetap menjadi perhatian khusus hingga proses penghitungan suara dan Pemilihan Presiden (Pilpres) Juli 2014 nanti. Aparat kepolisian pun tetap bersiaga. Perhitungan suara dan pergerakan kotak suara patut menjadi perhatian. "Proses penghitungan suara, pengawalan harus dilakukan dengan baik. Tak hanya kepolisian, tapi seluruh masyarakat agar tak terjadi penyimpangan-penyimpangan agar pemungutan suara dapat berjalan dengan baik," kata Djoko.

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menyebutkan TNI akan terus membantu aparat kepolisian dalam mengamankan pelaksanaan Pemilu. Terkait adanya kontak senjata dengan kelompok radikal bersenjata di Papua pada Rabu (09/4), kata dia, hal itu tak terkait dengan Pemilu. "Penumpasan kelompok radikal bersenjata memang terus dilakukan oleh TNI," kata Panglima TNI.

Sebelum hari H Pemilu, organisasi masyarakat sipil memang masih melihat sejumlah kendala. Misalnya kekurangan logistik di beberapa daerah. Anggota Koalisi Jerry Sumampauw meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menganggap enteng kekurangan logistik pemilu. Butuh waktu untuk proses cetak dan pengiriman jika ada kejadian kekurangan logistik seperti surat suara.

Jeirry menilai persoalan kekurangan surat suara itu berawal dari penentuan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yang buruk. Menurutnya jumlah surat suara yang dipesan KPU kepada pihak ketiga mengacu pada DPT yang ditetapkan November 2013 yaitu 186 juta orang pemilih. Serta ditambah pemilih di luar negeri. Kemudian jumlah DPT itu direvisi sehingga ada pengurangan jumlah DPT. Namun jika sejumlah daerah kekurangan surat suara maka KPU berpotensi kesulitan memenuhinya jika cadangan surat suara itu tidak ada atau harus dicetak lebih dulu.

Selain itu Jeirry melihat dalam mengatasi kendala yang ada KPU mencoba menerbitan berbagai kebijakan yang disebut-sebut sebagai terobosan. Misalnya, untuk mencegah agar sisa surat suara tidak disalahgunakan maka KPU mengimbau agar kertas suara itu dicoret. Namun ada juga imbauan KPU yang implementasinya tidak optimal dilapangan. Seperti formulir C1 atau dokumen hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) apakah dapat digandakan atau tidak.

Oleh karenanya Jeirry menekankan agar KPU lebih optimal lagi mensosialisasikan kebijakan yang diterbitkan kepada seluruh pemangku kepentingan. “Jangan hanya berpatokan pada aturan yang inovatif (terobosan), itu belum tentu terimplementasi di lapangan,” ujarnya.

Terpisah, Deputi Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menemukan persoalan di tahap masa tenang Pemilu legislatif 2014 yaitu 6-8 April 2014. Seperti praktik kampanye lewat media sosial dan pesan singkat telepon genggam. Misalnya, pesan singkat yang dikirim berisi ajakan untuk memilih calon legislatif (caleg) dan partai politik (parpol) tertentu. Bahkan ada pesan singkat yang isinya menjanjikan menambah pulsa jika meneruskan pesan singkat ajakan memilih caleg dan parpol tertentu itu minimal kepada 15 orang. “Menjanjikan akan mendapat tambahan pulsa gratis. Itu seperti modus mama minta pulsa,” urai Masykurudin.

Kemudian Masykurudin menyebut JPPR menemukan politik uang. Misalnya, di Sulawesi Selatan ada peserta Pemilu yang membagikan beras dan minyak. Kemudian di beberapa daerah seperti Kupang dan Kediri ada pembagian uang yang diinisiasi oleh caleg dan parpol. Menurutnya, politik uang itu digunakan untuk mempengaruhi pemilih di masa tenang. Bahkan penyelenggara pemilu di daerah juga berpotensi dipengaruhi oleh caleg dan parpol.
Tags:

Berita Terkait