Perbuatan Tercela Ini Terlarang untuk Capres
Berita

Perbuatan Tercela Ini Terlarang untuk Capres

Cakupannya luas. Tidak boleh didasarkan pada prasangka semata.

Oleh:
ADY/M-17
Bacaan 2 Menit
Perbuatan Tercela Ini Terlarang untuk Capres
Hukumonline
Pemilihan umum anggota legislatif sudah berakhir. Dalam waktu dekat pesta demokrasi kedua, berupa pemilihan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres), akan digelar. Peta pencalonan kini terus bergerak seiring lobi-lobi politik membangun koalisi. Siapapun calonnya kelak, persyaratan capres menjadi penting dan tak bisa dilewatkan.

Salah satu syarat menjadi capres adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Syarat ini ditentukan eksplisit dalam Pasal 5 huruf i Undang-Undang No. 42 Tahun 2008tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Dalam pasal ini disebutkan 18 poin syarat yang harus dipenuhi capres dan cawapres, salah satunya tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Bahkan jika merujuk pada UUD 1945, melakukan perbuatan tercela menjadi salah satu dasar untuk memberhentikan Presiden dan/atau wakil presiden dari jabatannya. Tetapi Pasal 7A UUD 1945 menggunakan rumusan ‘apabila terbukti’. Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi yang akan memutuskan.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan perbuatan tercela. Pengamat hukum tata negara, Margarito Khamis, melihat norma tersebut sangat luas cakupannya. Semua perbuatan melanggar hukum bisa disebut perbuatan tercela. Bahkan jika presiden tidak melakukan apa-apa ketika terjadi bencana alam di Sinabung, misalnya, presiden bisa disebut melakukan perbuatan tercela. “Perbuatan tercela sangat luas lingkupnya,” kata dosen Universitas Khairun Ternate itu kepada hukumonline.

Penjelasan Pasal 5 UU Pilpres mencoba mendefinisikan ‘perbuatan tercela’ sebagai perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat. Ada tiga contoh perbuatan yang disebut dalam Penjelasan UU Pilpres yaitu judi, mabuk, candu narkotika, dan zina. Namun tidak dijelaskan lagi lebih detil judi seperti apa yang terlarang, mabuk yang bagaimana yang tak boleh, dan batas kecanduan narkotika seseorang.

Direktur Eksekutif Constitutional and Electoral Reform Center (Correct), Refly Harun, mengatakan syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela itu tak boleh hanya didasarkan pada prasangka. Ia memberi pelanggaran HAM bisa dianggap perbuatan tercela. Capres Prabowo sering diduga melakukan pelanggaran HAM. Tetapi menurut Refly, itu hanya dugaan yang bukan merujuk pada putusan pengadilan HAM berat.

Dengan kata lain, sangkaan saja tak bisa dijadikan alasan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan tercela. “Harus ada proses hukum,” kata Refly.

Cuma, kalau dimaksudkan secara sempit harus dibawa ke pengadilan ada syarat lain dalam Pasal yang sama. Seorang calon harus memenuhi syarat ‘tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih’.

Rumusan Pasal 5 UU Pilpres dinilai Margarito bisa multitafsir. Misalnya, jika dikaitkan dengan norma adat. Adat mana yang akan dijadikan acuan untuk menilai seorang capres dan siapa yang akan memberikan penilaian bahwa calon tertentu telah melanggar norma adat.

Aturan semacam ini diakui Margarito sebagai norma yang abu-abu. Refly membandingkan dengan perbuatan tercela dalam syarat kepala daerah yang sudah pernah dikoreksi Mahkamah Konstitusi.

Margarito menyimpulkan pada dasarnya perbuatan tercela adalah perbuatan yang bertentangan pada prinsip-prinsipkonstitusi.
Tags: