Perundingan Pasar Bebas ASEAN Masih Sisakan Pertanyaan
Berita

Perundingan Pasar Bebas ASEAN Masih Sisakan Pertanyaan

Negara-negara peserta RCEP perlu membahas progres apa yang sudah dicapai.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Perundingan Pasar Bebas ASEAN Masih Sisakan Pertanyaan
Hukumonline
Pelaksanaan pasar bebas di negara-negara Asia Tenggara tinggal tersisa satu tahun. Sepuluh negara ASEAN dan enam mitra perdagangan bebasnya akan menyonsong Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tahun depan. Enam negara yang menjadi mitra perdagangan bebas ASEANtersebut adalah Australia, Cina, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.

RCEP telah diumumkan pada November 2012 lalu. Terkait implementasinya, negara-negara peserta menyepakati untuk melakukan empat kali perundingan. Perundingan terakhir akan digelar pada 31 Maret hingga 4 April tahun ini. Dalam perundingan yang diselenggarakan di Cina itu, ke-enam belas negara secara bersama-sama akan kembali merumuskan mekanisme pelaksanaan RCEP.

“Perundingan sebelumnya difokuskan untuk membahas metode liberalisasi barang, jasa dan investasi serta peraturan dan isu-isu kerjasama. Selain itu, sudah pula dibicarakan pula persoalan modalitas yang menyangkut metode negosiasi, tujuan negosiasidan lainnya, yangdiusulkan oleh berbagai negara,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo,di Jakarta, Selasa (29/4).

Sebagaimana diketahui, perundingan RCEP sebelumnya telah dilaksanakan di Brunei Darussalam, Australia, dan Malaysia. Ketiga babak negosiasi itu,menurut Iman, menjadi fondasi persiapan pelaksanaan pasar bebas di Asia Tenggara. Dalam ketiga negosiasi terdahulu, para peserta RCEP meletakan struktur dan unsur-unsur negosiasi. Hal ituantara lain tercakup dalam pembicaraan mengenai masalah barang, tatalaksana kepabeanan, dan hambatan non-tarif.

Menurut Iman, dalam negosiasi teranyar di Cina sudah seharusnya Indonesia bersama negara peserta lainnya membicarakan hal yang lebih detail. Menurutnya, negara-negara peserta RCEP perlu membahas progres apa yang sudah dicapai selama ini. Imam mengatakan, hal itu terkait dengan tenggat waktu 2015 yang sudah di depan mata.

Analis Fung Global Institute, Julia Tijaja,mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang semestinya dibicarakan saat negosiasi RCEP di Cina. Ia mengatakan, kini merupakan waktu yang tepat untuk mengulas apakahperunding telah sepakatuntuk merilis hasil negosiasi kepada publik. Menurut Julia, perlu dibahas pula hal-hal apa saja yang sudah diberitahukan kepada masyarakat luas terkait RCEP.

“Para peserta RCEP juga harus memiliki pemahaman yang sama mengenai hal-hal apa yang selama ini menjadi fokus perhatian dalam persiapan pelaksanaan RCEP. Dengan demikian, dapat dirumuskan apa yang akan menjadi agenda dalam perundingan RCEP selanjutnya,” tutur Julia.

Mohammad Faisal, peneliti dari Centerof Reform on Economics (CORE) Indonesia mengungkapkan, pembahasan RCEP yang telah dilakukan sebelumnya masih menyisakan pertanyaan. Ia mengatakan, persoalan ruang lingkup RCEP dan keanggotaannya masih belum terjawab secara final. Menurut Faisal, pertanyaan mengenai pengaturan RCEP juga masih tersisa.

“Apakah RCEP hanya ditujukan secara sederhana untuk negara-negara ASEAN dan mitranya dalam perjanjian perdagangan bebas? Ataukah, RCEP juga membuka peluang lebih dari negara-negara yang sudah menjadi mitra perdagangan bebas ASEAN? Pertanyaan lainnya adalah mengenai kemungkinan terbukanya keanggotaan mekanisme perdagangan ini. Selain itu, bagaimana dengan standar RCEP sebagai sebuah rezim perdagangan global,” papar Faisal.

Faisal menambahkan, saat ini dibutuhkan perspektif beragam untuk membicarakan pelaksanaan RCEP. Ia mengatakan, Indonesia dapat hadir untuk memberikan perspektif itu. Pasalnya, perlu ada negara yang mengambil peran strategis untuk menginisiasi penyelesaian masalah yang timbul. Dengan demikian, RCEP dapat terus melaju untuk menggali lebih dalam agenda perundingan, terutama mengenai aturan pelaksanaannya.
Tags:

Berita Terkait