MA Batalkan Vonis Bebas Eks Dirut Merpati
Utama

MA Batalkan Vonis Bebas Eks Dirut Merpati

Perbuatan Hotasi dinilai melawan hukum dan memperkaya TALG.

Oleh:
AGUS SAHBANI/ANT
Bacaan 2 Menit
Mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan. Foto: SGP
Mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan. Foto: SGP
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan akhirnya gagal menghirup udara bebas setelah MA mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU). Hotasi divonis 4 tahun penjara dan denda 200 juta subsider 6 bulan kurungan sesuai tuntutan JPU. Sebelumnya, Hotasi divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saat dikonfirmasi, hakim agung Artidjo Alkotsar selaku ketua majelis kasasi Hotasi membenarkan keluarnya vonis tersebut. “Mengabulkan kasasi JPU, mengadili sendiri, terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor,” kata Artidjo saat dikonfirmasi, Jum’at (9/5).

Putusan ini dijatuhkan pada 7 Mei 2014 oleh majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkotsar sebagai Ketua dan MS Lumme dan Mohammad Askin selaku anggota majelis dengan suara bulat tanpa dissenting opinion (pendapat berbeda).

Dalam putusannya, Hotasi terbukti telah merugikan negara sebesar 1 juta USD terkait penyewaan pesawat boeing 737-500 dan boeing 737-400. Dengan cara, memperkaya  koorporasi yaitu Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG).   

“Perbuatan terdakwa melawan hukum karena membayarkan security deposit sebesar 1 juta USD tanpa melalui mekanisme letter of credit (LC).Padahal belum ada pendatanganan purchase agreement antara TALG dengan East Dover Limited sebagai pemilik pesawat,” lanjutnya.

Dengan demikian, Security Deposit yang digunakan sebagai pembayaran uang muka penyewaan pesawat boeing 737-500 dan boeing 737-400 merupakan perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Selain itu, Hotasi melanggar Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU BUMN terkait penetapan rencana kerja anggaran perusahaan tentang penyewaan dua pesawat tersebut. Sebab, Hotasi telah memulai proses penyewaan sejak Mei 2006. Padahal, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menyepakati penyewaan bulan Oktober 2006.

“Selaku Dirut dia (Hotasi) tidak melakukan perubahan atau mengajukan persetujuan kembali ke RUPS,” katanya.

Selain menjatuhkan vonis terhadap Hotasi, MA pun menjatuhkan vonis yang sama terhadap General Manager Procurement PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA), Tony Sudjiarto. Akan tetapi, kendati hukuman dan pertimbangan yang dijatuhkan sama, keduanya ditangani dalam nomor perkara yang berbeda.

Kasus ini berawal saat adanya perjanjian antara Merpati dengan perusahaan penyewaan pesawat berasal dari Amerika Serikat, Thirdstone Aircaft Leassing Group (TALG) pada Desember 2006. Dalam perjanjian itu, TALG menyatakan kesiapannya untuk memenuhi permintaan penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan 737-500.

Lalu, Merpati mengirimkan uang sebesar 1 juta USD sebagai jaminan atau security deposit. Namun hingga Januari 2007, TALG belum memenuhi permintaan Merpati untuk menyediakan pesawat tersebut. Namun, faktanya uang security deposit itu tidak bisa ditarik kembali.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa kasus korupsi penyewaan pesawat maskapai Merpati. Dua terdakwa itu adalah mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Hotasi Nababan dan mantan General Manager Aircraft Procurement PT MNA, Tony Sudjiarto dalam berkas terpisah.

Menurut majelis perbuatan kedua terdakwa tak memenuhi unsur-unsur dakwaan primair maupun dakwaan subsidair. Unsur melawan hukum dalam dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Korupsi tak terbukti. Alasannya, security deposit sebesar AS$1 juta dari PT MNA ke TALG ini bersifat refundable atau uang tersebut sewaktu-waktu bisa dikembalikan jika pesawat tak pernah datang. Hal ini sebagai resiko bisnis meski prinsip kehati-hatian tetap diterapkan.

Sementara unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dalam Pasal 3 pun tak terbukti. Selain kedua terdakwa tak diuntungkan dalam perkara ini, tak ada niat jahat sejak awal dalam perjanjian penyewaan pesawat yang menguntungkan TALG. Hal ini dibuktikan dengan adanya klausul refundable.

Proses Kasasi Cepat
Hotasi DP Nababan mempertanyakan putusan kasasi MA. Dia mengaku bingung bagaimana mungkin vonis bebas murni bisa dikasasi. "Sebagai orang awam hukum, saya tidak mengerti mengapa kemudian putusan bebas murni masih bisa dikasasi oleh jaksa ke MA. Padahal Pasal 244 KUHAP mengecualikan putusan bebas dari kasasi," katanya di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan majelis kasasi tidak mengindahkan seluruh fakta yang terungkap di persidangan di pengadilan bahkan tidak mengacu pada tuntutan penuntut umum. Dikatakan, majelis hakim tingkat pertama saja sudah menyimpulkan bahwa tidak terbukti ada "mens rea" (niat jahat) dalam mengambil keputusan penempatan Deposit itu.

"Bahkan majelis juga berpendapat pembayaran Security Deposit sudah dilakukan dengan transparan, hati-hati, beritikad baik, tanpa ada konflik kepentingan," katanya.

Kejanggalan lainnya yang ditemui oleh dirinya, yakni, berkas perkara diterima di MA pada tanggal 28 Februari 2014 kemudian diberi nomor Register perkara pada tanggal 23 April 2014, dan diterima olehnya di rumah pada tanggal 8 Mei 2014.

"Proses pemeriksaan Kasasi di MA berlangsung sangat cepat," katanya.
Tags:

Berita Terkait