RAPBNP 2014 Pangkas Anggaran Belanja K/L
Berita

RAPBNP 2014 Pangkas Anggaran Belanja K/L

Selain untuk melaksanakan Inpres, pemangkasan juga untuk menjaga defisit anggaran berada di angka 2,5 persen dari PDB.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
RAPBNP 2014 Pangkas Anggaran Belanja K/L
Hukumonline
Dalam Rancangan APBNP 2014, pemerintah memangkas anggaran belanja Kementerian/Lembaga (K/L) hampir Rp100 triliun. Penghematan anggaran tersebut dilakukan sebagai bentuk tindaklanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2014 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, penghematan anggaran juga dilakukan untuk menjaga defisit anggaran berada di level 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka defisit anggaran sebesar 2,5 persen dalam RAPBNP 2014 tersebut merupakan hasil koreksi dari APBN 2014 yang sebesar 1,69 persen dari PDB.

“Kita perlu (memotong anggaran, red) pokoknya untuk jaga defisitnya 2,5 persen,” kata Chatib di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (20/5).

Setidaknya, terdapat dua mata anggaran yang dipangkas oleh pemerintah yang menyebabkan penghematan anggaran sebesar Rp100 triliun. Pertama, mata anggaran untuk belanja K/L. Pada APBN 2014, belanja K/L semula sebesar Rp637,8 triliun, kemudian dipangkas menjadi Rp539,3 triliun. Sedangkan mata anggaran yang kedua terkait mata anggaran dana transfer ke daerah, yakni porsi untuk dana perimbangan yang semula di APBN 2014 sebesar Rp487,9 triliun, dipangkas menjadi RP479,1 triliun.

Chatib mengatakan, pemangkasan anggaran dilakukan lantaran banyak alasan. Misalnya, menurunnya penerimaan pajak yang semula di APBN 2014 sebesar Rp1280,4 triliun menjadi Rp1232,1 triliun di RAPBNP 2014. Menurutnya, menurunnya penerimaan pajak lantaran pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Selain penerimaan pajak yang menurun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mengalami penurunan. Semula pada APBN 2014, PNBP sebesar Rp385,4 triliun, dan pada RAPBNP 2014 menjadi Rp363,3 triliun. Untuk lifting produksi minya, juga mengalami penurunan.

“Ada efek dari harga komoditi, ada efek dari harga minyak karena liftingnya turun dan PNBP-nya turun,” ujar Chatib.

Meski ada penghematan anggaran, lnajut Chatib, pada RAPBNP 2014 terdapat kenaikan anggaran untuk porsi belanja non K/L yang semula di APBN 2014 sebesar Rp612,1 triliun menjadi Rp726,4 triliun. Selain itu, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG dan Bahan Bakar Nabati (BBN) mengalami kenaikan dari semula di APBN 2014 sebesar Rp210,7 triliun menjadi Rp285 triliun di RAPBN 2014. Subsidi listrik juga ikut mengalami kenaikan anggaran dari semula Rp71,4 triliun di APBN 2014, menjadi sebesar Rp107,1 triliun di RAPBNP 2014.

Dari seluruh rangkaian penghematan anggaran dan kenaikan anggaran untuk subsidi, pemerintah turut merevisi pendapatan negara. Tak tanggung-tanggung, revisi pendapatan negara tersebut mencapai Rp70 triliun. Pada APBN 2014, pendapatan negara sebesar Rp1667,1 triliun. Kemudian direvisi untuk RAPBNP 2014 menjadi sebesar Rp1597,7 triliun.

Sebagaimana dikutip laman setkab.go.id, terdapat 86 K/L yang anggarannya harus dihemat. K/L yang mendapatkan nilai pemotongan anggaran terbesar adalah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp22,7 triliun dari anggaran Rp84,1 triliun. Kementerian Pertahanan Rp10,5 triliun dari total anggaran Rp86,3 triliun. Kementerian Perhubungan sebesar Rp10,1 triliun dari total anggaran Rp40,3 triliun. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Rp5,7 triliun dari anggaran Rp44,9 triliun. Kementerian Kesehatan Rp5,4 triliun dari Rp46,4 triliun. Kementerian Pertanian Rp4,4 triliun dari Rp15,4 triliun dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rp4,3 triliun dari Rp16,2 triliun.

Adapun K/L yang pemotongan anggarannya paling kecil adalah Ombudsman RI sebesar Rp11,5 miliar dari anggaran Rp66,9 miliar. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Rp13,7 miliar dari Rp65 miliar. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Rp19,8 miliar dari Rp125,6 miliar. Komisi Yudisial Rp22,8 miliar dari Rp83,5 miliar. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BPTN) Rp23,6 miliar dari Rp100,6 miliar. Badan Standardisasi Nasional (BSN) Rp25,1 miliar dari Rp95,3 miliar dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Rp25,4 miliar dari Rp94,9 miliar.
Tags:

Berita Terkait