Menkumham Minta ICSID Akhiri Gugatan Churchill
Berita

Menkumham Minta ICSID Akhiri Gugatan Churchill

Hampir dua tahun sidang berjalan, Churchill tidak bisa menunjukan bukti otentik.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Menkumham Amir Syamsuddin. Foto: RES.
Menkumham Amir Syamsuddin. Foto: RES.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin meminta tribunal International Centre for Settlement of Invesment Dispute (ICSID) segera mengakhiri perkara yang dimohonkan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd. Pasalnya, hampir dua tahun sidang berjalan, Churchill tidak bisa menunjukan bukti otentik yang menguatkan dalil-dalilnya.

Sebaliknya, Churchill justru meminta pemerintah Indonesia membuktikan terlebih dahulu pencabutan izin usaha pertambangan (IUP)  Ridlatama Group (PT Ridlatama Tambang Mineral, PT Ridlatama Trade Powerindo, PT Investime Nusa Persada, dan PT Investama Resources) yang diklaim sebagai milik perusahaan tambang asal Inggris tersebut.

“Tanpa maksud mencampuri kemandirian tribunal, saya kira sangat bijaksana, sangat tepat kalau kasus ini alangkah baiknya diakhiri secepatnya. Agar pemerintah tidak menjadi merugi dengan menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya yang menurut kami sebenarnya tidak perlu,” katanya di Graha Pengayoman, Kemenkumham, Kamis (10/7).

Namun, semua putusan itu berpulang kepada tribunal ICSID. Amir mengatakan, tidak ada niat sedikitpun dari pemerintah Indonesia untuk mengusik kemandirian tribunal. Saat ini, proses persidangan di ICSID akan memasuki pemeriksaan pokok perkara. Tribunal ICSID sudah mengeluarkan putusan sela terkait yurisdiksi.

Selain itu, tribunal ICSID pada 8 Juli 2014 telah menolak permohonan provisional measures yang diajukan Churchill. Tribunal menolak permohonan provisi Churchill yang meminta agar pemerintah Indonesia menghentikan proses pidana terhadap sejumlah pengurus di empat perusahaan Grup Ridlatama atas dugaan pemalsuan.

Padahal, menurut Amir, proses pidana yang tengah berlangsung di Mabes Polri tidak berkaitan langsung dengan Churchill. Bupati Kutai Timur dan Gubernur Kalimantan Timur melaporkan dugaan pemalsuan yang dilakukan Ridlatama. Tidak ada satupun pejabat Churchill maupaun Planet Mining Pty Ltd yang dijadikan sebagai terlapor.

Ia menganggap permohonan provisi itu sebagai upaya yang berlebihan dari pihak Churchill untuk mencegah pemerintah Indonesia melakukan proses pidana. Tanpa bermaksud mempengaruhi tribunal ICSID, Amir menyampaikan keluhannya kepada Sekretaris Jenderal ICSID di Washington, Amerika Serikat pada 30 Mei 2014.

Amir menyadari, sekalipun telah menyampaikan keluhan kepada Sekjen ICSID, kemandirian tribunal ICSID tidak dapat diintervensi. Oleh karena itu, pemerintah membuat argument bantahan dengan menyatakan Churchill telah berupaya mencampuradukan proses pidana dengan perkara yang sedang dimohonkan di ICSID.

Proses hukum pidana di Indonesia bertujuan untuk membuktikan dugaan pemalsuan IUP, sementara tujuan proses arbitrase di ICSID adalah untuk membuktikan apakah terdapat pelanggaran terhadap Bilateral Investment Treaty (BIT) Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia dengan tujuan akhir memperoleh kompensasi.

Berjalannya proses pidana di Mabes Polri, lanjut Amir, semata-mata untuk mengungkap siapa pelaku pemalsuan. Selama ini, pemerintah tidak menempuh proses pidana karena menghormati sidang di ICSID. Namun, pihak Churchill menantang, mengapa jika diduga ada pemalsuan, pemerintah Indonesia tidak melakukan upaya hukum.

“Kami menilai itu upaya untuk membuat kasus ini terang benderang. Alhamdulillah tanggal 8 Juli 2014, telah turun putusan sela dari tribunal ICSID stlh mempertimbangkan berbagai alasan yang dikemukakan pemohon, satu persatu diulas dipertimbangkan sampai dengan diputuskan ditolak permohonan mereka,” ujar Amir.

Penolakan tribunal ICSID menunjukan permohonan provisional measures Churchill tidak memenuhi persyaratan. Amir berpendapat, penolakan ini tidak hanya menguntungkan pemerintah Indonesia, tapi juga memberikan kontribusi pada preseden bersidang di ICSID yang memerlukan standar pembuktian yang tinggi.

Di lain pihak, hal ini menjadikan pelajaran bagi para investor yang tidak beritikad baik untuk tidak mudah memanfaatkan mekanisme provisional measures di ICSID dan berupaya menggiring tribunal ICSID untuk melakukan intervensi terhadap kewenangan suatu negara dalam melakukan proses pidana di yurisdiksinya.

Atas putusan sela itu, Amir optimistis posisi pemerintah Indonesia menjadi lebih kuat. Apalagi ditambah keganjilan, Churchill tidak dapat menunjukan satupun bukti-bukti asli, termasuk IUP yang dijadikan dasar klaim kepemilikan. Ia menilai terdapat indikasi kuat Churchill tidak memiliki bukti yang mendukung dalil-dalilnya.

Amir mengungkapkan, dalam hukum pembuktian, barang siapa yang mendalilkan, kepadanya wajib untuk membuktikan dalil-dalilnya. Secara logika, apabila Churchill sendiri tidak bisa membuktikan dalil-dalil permohonannya, bagaimana mungkin pemerintah Indonesia bisa melakukan pembelaan secara maksimal.

Dengan demikian, pemerintah Indonesia berharap tribunal ICSID mengeluarkan putusan sela untuk mengakhiri perkara tersebut. “Ini permohonan yang sangat rasional. Konsentrasi, pemikiran, dan biaya yang harus kami keluarkan tidak kecil. Sementara, kami belum melihat selembar pun bukti asli dari pemohon,” bebernya.

Jika permohonan pemerintah Indonesia dikabulkan tribunal ICSID dalam putusan sela, Amir merasa paling tidak di era kepemimpinannya sebagai Menkumham, ia sudah melakukan upaya-upaya untuk memberikan landasan kuat yang bisa digunakan oleh menteri berikutnya dalam menghadapi permasalahan Churchill.

“Inysa Allah ini akan mempemudah pekerjaan menteri yang akan datang, sehingga kalaupun putusan ini turun dari tribunal ICSID, saya punya harapan dan optimis insya Allah kami akan memenangkan perkara ini. Saat ini, tidak ada alasan sedikit pun bagi kami untuk pesimis. Mudah-mudahan lebih cepat, lebih baik,” tuturnya.

Sebagai informasi, sengketa izin Kuasa Pertambangan (KP) di Kabupaten Kutai Timur terjadi sejak tahun 2010. Sengketa itu berakhir setelah Mahkamah Agung (MA) menolak empat peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh empat perusahaan Grup Ridlatama yang 75 persen sahamnya diklaim milik Churchill Mining Plc.

Dalam upaya hukum terakhir, MA kembali memenangkan empat perkara klien pengacara Hotman Paris Hutapea yaitu PT Nusantara Wahau Coal (dalam perkara No. 136 PK/TUN/2012 dan No. 138 PK/TUN/2012), PT Kaltim Nusantara Coal (No. 137 PK/TUN/2012), serta PT Batubara Nusantara Kaltim (No. 139 PK/TUN/2012).

Akhirnya Churchill menggugat pemerintah Indonesia ke ICSID pada 2012. ICSID menolak eksepsi pemerintah Indonesia. Namun, ICSID juga menolak permohonan provisional measures Churchill. Atas permohonan provisi Churchill yang ingin mengintervensi proses pidana di Indonesia, Amir menyampaikan keluhannya ke Sekjen ICSID.

Amir menyampaikan tidak seharusnya kewenangan suatu negara untuk melakukan penegakan hukum diintervensi oleh pihak manapun. Selain itu, ia menyampaikan Indonesia tengah mempersiapkan model BIT Indonesia yang akan dijadikan pedoman dalam melakukan negosiasi BIT ulang dan mengosiasikan BIT baru dengan negara-negara lain.

Sekjen ICSID Meg Kinnear menanggapi positif terobosan pemerintah Indonesia. Ia mengungkapkan, Amerika Serikat dan Kanada juga telah menyusun model BIT baru yang memiliki pengaturan lebih ketat dan rinci untuk memberikan kewenangan lebih luas kepada negara untuk mengatur hal-hal terkait kepentingan publik.

Meg Kinnear menyatakan kesediannya untuk bekerjasama dengan pemerintah Indonesia. Salah satunya, dengan memberikan masukan berdasarkan praktik-praktik dan pengalaman negara-negara lain guna penyempurnaan model BIT yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah Indonesia.
Tags:

Berita Terkait