Hikmahanto: Pemerintah Belum Kalah dalam Kasus Churchill
Aktual

Hikmahanto: Pemerintah Belum Kalah dalam Kasus Churchill

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Hikmahanto: Pemerintah Belum Kalah dalam Kasus Churchill
Hukumonline
Pada 24 Pebruari 2014, Majelis Arbitrase pada International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID) yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler (berkebangsaan Swiss), Albert Jan Van Den Berg (berkebangsaan Belanda) dan Michael Hwang (berkebangsaan Singapura) telah membuat putusan.

Majelis ini memeriksa gugatan yang diajukan oleh Planet Mining Pty Ltd yang didirikan berdasarkan hukum Australia dan merupakan anak perusahaan dari Churchill Mining Plc yang didirikan berdasarkan hukum Inggris dan Wales (Churchill) sebagai Claimant terhadap pemerintah Indonesia sebagai Respondent. Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa Majelis Arbitrase memiliki kewenangan (jurisdiction) atas sengketa yang diajukan.

Guru Besar Hukum Internasional FHUI Hikmahanto Juwana mengatakan, putusan ICSID yang dibuat belumlah menyentuh pokok perkara. Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat dikatakan ‘kalah’. “Putusan masih terkait dengan kewenangan Majelis Arbitrase untuk memeriksa perkara,” ujar Himahanto dalam siaran pers yang dikutip hukumonline, Senin (3/3).

Hikmahanto menjelaskan, dalam proses berperkara di lembaga peradilan, termasuk di ICSID, pada intinya ada tiga tahapan yang harus dilalui. Pertama, menentukan apakah lembaga peradilan memiliki kewenangan untuk memeriksa suatu perkara yang diajukan. Istilah hukum yang dikenal di Indonesia adalah eksepsi.

Para pihak akan berargumentasi dan saling mematahkan bahwa lembaga peradilan yang dituju memiliki atau tidak memiliki kewenangan. Majelis yang memeriksa perkara akan menentukan apakah dirinya berwenang atau tidak melalui sebuah putusan. Dalam perkara Churchill, putusan Majelis Arbitrase ada pada tahap ini.

Di tahap ini, pemerintah memiliki upaya hukum berupa pembatalan (annulment) atas putusan terkait dengan kewenangan Majelis Arbitrase. Ini diatur dalam Pasal 52 ayat 1 Konvensi ICSID. Jangka waktu yang diberikan untuk melakukan upaya hukum ini adalah 120 hari sejak putusan diterbitkan.

“Namun, bila pemerintah tidak menggunakan upaya hukum pembatalan maka Majelis Arbitrase akan memasuki tahap pemeriksaan atas pokok perkara,” ujarnya.

Dikatakan Hikmahanto, tahap pemeriksaan pokok perkara akan terkait dengan apa yang menjadi dasar gugatan dan jawaban atas gugatan. Dalam proses ini akan diperiksa oleh Majelis Arbitrase saksi fakta, bukti termasuk juga penyampaian keterangan ahli.

Proses pemeriksaan pokok perkara akan berakhir dengan suatu putusan. “Putusan berisi dikabulkan tuntutan penggugat untuk seluruhnya, dikabulkan tuntutan untuk sebagian atau tuntutan ditolak,” tuturnya.

Setelah putusan atas pokok perkara, tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan (enforcement) dari putusan. “Dalam tahap ini bukannya hal yang mudah. Tenaga, waktu dan biaya masih dibutuhkan, terutama bila pihak yang dikalahkan tidak mau menjalankan putusan secara sukarela,” jelasnya.
Tags:

Berita Terkait