Pengacara Guru JIS Minta Pelapor Juga Dites Lie Detector
Berita

Pengacara Guru JIS Minta Pelapor Juga Dites Lie Detector

Tersangka sudah dites kebohongan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Hotman Paris Hutapea (Tengah) saat mendampingi kliennya di Polda Metro Jaya, beberapa waktu lalu. Foto: RES.
Hotman Paris Hutapea (Tengah) saat mendampingi kliennya di Polda Metro Jaya, beberapa waktu lalu. Foto: RES.
Hotman Paris Hutapea, pengacara dua guru Jakarta International School (JIS) yang jadi tersangka kasus pencabulan, mempertanyakan sikap kepolisian yang hanya mengetes kebohongan (via Lie Detector) kliennya, tapi tidak dengan pelapor.

“Kenapa permintaan kami agar anak dan ibu pelapor juga dites lie detector (alat uji kebohongan,-red) ditolak oleh penyidik? Oh My God, apakah di negara ini masih ada hukum?” sebut Hotman dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (23/7).

Hotman mengatakan di awal laporan, anak pelapor (korban) menyebutkan ciri-ciri pelaku adalah berambut kuncir dan mata biru. Ia menegaskan bahwa dua kliennya tidak sesuai dengan ciri-ciri itu. Neil Bantleman, guru JIS asal Kanada, tidak memiliki rambut atau botak habis, serta tidak bermata biro. Apalagi tersangka Ferdinant yang asli Indonesia yang tidak memiliki mata warna biru.

Lebih lanjut, Hotman mengatakan bahwa Neil dan Ferdinant telah melakukan tes kebohongan (Lie Detector) di Puslabfor Mabes Polri pada Rabu (23/7) selama kurang lebih 4,5 jam. Ia menyatakan dua kliennya itu dengan gagah berani menjawab semua pertanyaan dan tetap menyangkal melakukan sodomi.

“Tidak ada tanda kebohongan di pihak tersangka,” sebutnya. 

Hotman juga mempertanyaakn sikap penyidik Polda Metro Jaya yang mengharuskan para tersangka melakukan tes Lie Detector. Ia menduga keharusan ini sebagai bukti bahwa penyidik belum mempunyai cukup bukti untuk kasus ini.

“Seandainya pun anak/ibu korban dan penyidik sangat percaya bahwa dua guru JIS adalah pelaku sodomi, akan tetapi di mata hukum itu hanya laporan sepihak yang menurut undang-undang belum cukup sebagai alasan untuk menahan dua guru JIS,” jelasnya.

Ia menjelaskan UU mengharuskan penyidik untuk mendapatkan minimal dua alat bukti, yang menurut Hotman belum ada hingga saat ini. “Bahkan, perihal bukti tidak pernah ditanyakan dan tidak pernah diperlihatkan oleh penyidik ke para tersangka di BAP (Berita Acara Pemeriksaan),” ujarnya.

Sebagai informasi, hingga berita ini diturunkan, Polda Metro Jaya belum merilis hasil Lie Detector terhadap dua tersangka itu. 

Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto menegaskan bahwa penyidik kepolisian telah mengantongi dua alat bukti untu menetapkan dua guru JIS sebagai tersangka. Ia pun mengaku tak masalah bila tersangka menolak tuduhan itu.

“Tersangka tidak mengaku bukan masalah, itu hak mereka. Nanti dibuktikan di persidangan,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Selain itu, Rikwanto juga menegaskan bahwa penahanan dua tersangka sudah memenuhi pertimbangan subjektif dan objektif. “Subjektifnya, pertimbangannya untuk keamanan agar mereka (para tersangka,-red) tidak melarikan diri, tidak mengulangi perbuatannya, dan tidak menghilangkan barang bukti. Maka dengan pertimbangan subjektif ini dilakukan penahanan,” sebut Rikwanto.

Sedangkan pertimbangan secara objektif, kata Rikwanto, adalah perbuatan yang dilakukan tersangka diancam dengan ancaman di atas lima tahun penjara, sehingga memang bisa dilakukan penahanan.

Sementara, pengacara korban atau pelapor, Andi M Asrun menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara pidana ini kepada kepolisian.
Tags:

Berita Terkait