Tujuh Kasus HAM yang Perlu Diselesaikan Jokowi-JK
Berita

Tujuh Kasus HAM yang Perlu Diselesaikan Jokowi-JK

Komnas HAM menaruh harap. Tanpa melupakan kasus HAM lainnya.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas (dua dari kanan). Foto: RES
Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas (dua dari kanan). Foto: RES
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menaruh harapan besar kepada pemerintahan baru agar mampu menyelesaikan persoalan HAM yang membayangi Indonesia. Menurut Ketua Komnas HAM, Hafidz Abas, salah satu visi dan misi yang diusung Jokowi-JK menyinggung soal pemenuhan dan penegakan HAM. Pemerintahan ke depan perlu memperhatikan persoalan-persoalan HAM yang belum terselesaikan, baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi dan sosial budaya.

Hafidz mencatat ada tujuh peristiwa pelanggaran HAM yang belum tuntas:  yakni tragedi 1965-1966; penembakan misterius (1982-1985); peristiwa Talangsari Lampung (1989), penghilangan orang secara paksa 1997-1998;  kerusuhan Mei 1998;  peristiwa Trisakti serta Semanggi I dan II, juga kasus Wasior dan Wamena. “Komnas HAM menaruh harapan besar kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk menuntaskan tujuh peristiwa pelanggaran HAM itu,” katanya dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (29/8).

Selain itu pemerintahan Jokowi-JK dituntut mampu melindungi hak-hak kelompok minoritas, penyelesaian konflik-konflik agraria dan hak masyarakat hukum adat. Lalu, menata kembali lembaga-lembaga pemerintahan yang banyak diadukan masyarakat ke Komnas HAM seperti kepolisian, korporasi dan pemerintah daerah.

Hafidz juga memandang Jokowi-JK perlu memperhatikan penyelesaian masalah HAM di Papua dan membebaskan pekerja migran Indonesia yang tersangkut kasus hukum diluar negeri. Ia mencatat sedikitnya ada 300 kasus pekerja migran Indonesia terancam hukuman mati.

Agar mampu mewujudkan harapan itu, Hafidz berharap kabinet Jokowi-JK menghargai pluralisme dan kebhinekaan bangsa, mampu membawa Indonesia berpengaruh di ranah internasional terkait penghormatan, pemajuan dan penegakan HAM. Juga punya kompetensi dan keahlian di bidangnya masing-masing, berwawasan kemanusiaan, beradab dan lepas dari pengaruh partai politik manapun.

“Tidak pernah terindikasi melanggar HAM, apalagi terbukti melakukan pelanggaran HAM sebagaimana dapat ditelusuri dari laporan hasil penyelidikan Komnas HAM,” usul Hafidz.

Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, mengatakan kriteria kabinet itu ada yang spesifik mengarah pada integritas seseorang terkait rekam jejak dalam HAM. Komnas secara informal telah menyampaikan usulan ke Rumah Transisi Jokowi-JK. Ia berharap pemimpin Indonesia 2014-2019 itu memperhatikan serius terhadap berkas-berkas Komnas HAM terkait penyelidikan yang telah dilakukan dalam menelusuri berbagai peristiwa pelanggaran HAM. “Kami sudah sampaikan (konsep) ke Rumah Transisi Jokowi-JK kemarin, apa saja yang harus dilakukan pemerintahan baru dalam rangka menuntaskan kasus pelanggaran HAM,” urainya.

Dalam pertemuan itu Nurkhoiron mengatakan Rumah Transisi berjanji akan menyoroti serius isu HAM. Untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, Komnas HAM menyerahkannya pada pemerintahan Jokowi-JK, apakah akan menempuh jalur pro yustisia atau tidak. Yang penting ada standar internasional yang digunakan untuk pemenuhan hak dasar para korban seperti ajudikasi, reparasi dan pengakuan terhadap kebenaran.

Selain itu, Nurkhoiron mengingatkan Jokowi-JK untuk fokus terhadap sejumlah lembaga pemerintahan yang penting dalam rangka pemenuhan dan penegakan HAM seperti Jaksa Agung dan Menkopolhukam. Pimpinan di dua lembaga itu harus kooperatif terhadap Komnas HAM dan punya wawasan kedepan.

Menurut Nurkhoiron, pertemuan serupa juga akan terus digelar antara Komnas HAM dan pemerintahan Jokowi-JK. Sebab selain menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, Komnas HAM perlu terus berkomunikasi dengan pemerintah untuk membahas strategi pembangunan berbasis HAM. “Komnas HAM punya indikator untuk melihat bagaimana pembangunan yang berbasis HAM,” tukasnya.

Rekan Nurkhoiron di Komnas HAM, Ansori Sinungan, berpendapat pemerintahan baru harus memandang Komnas HAM sebagai mitra dalam menyelesaikan segala persoalan HAM. Hal itu dapat dilakukan jika terjalin komunikasi yang baik antara pemerintah dan Komnas HAM. “Jangan sampai kasus-kasus HAM tidak selesai dalam periode pemerintahan Jokowi-JK,” ucapnya.

Anggota Komnas HAM lainnya, Siane Indriani, menekankan Komnas HAM sebagai lembaga independen akan mengawasi jalannya pemerintahan Jokowi-JK. Jika ada yang dilewatkan pemerintah, Komnas HAM akan mengingatkan. “Kami akan terus mengawal agar visi dan misi Jokowi-JK terimplementasi. Bukan hanya menyangkut hak sipol tapi juga ekosob seperti jaminan kesehatan dan pendidikan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait