Dukung Pilkada DPRD, Patrialis Diadukan ke Dewan Etik
Berita

Dukung Pilkada DPRD, Patrialis Diadukan ke Dewan Etik

Pernyataan Patrialis merupakan hasil skripsi seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK mengadukan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ke Dewan Etik Hakim Konstitusi lantaran mengomentari substansi RUU Pilkada saat memberi kuliah umum di FH Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 15 September lalu. Patrialis melontarkan dukungannya atas pemilihan kepala daerah melalui DPRD dalam RUU Pilkada yang menjadi polemik di masyarakat.

“Kami sudah melaporkan Patrialis ke Sekretariat Dewan Etik karena pernyataannya diduga melanggar kode etik,” ujar salah satu perwakilan koalisi, Erwin Natosmal Oemar di Gedung MK, Selasa (23/9). Koalisi ini terdiri dari YLBHI, PuSako  FH Andalas, ICW, Indonesian Legal Roundtable (ILR), dan Perludem.

Seperti termuat dalam rilis koalisi, beberapa media mengutip pandangan Patrialis yang  mengatakan sistem parlemen merupakan representasi kekuatan rakyat. Artinya, dalam pemilihan kepala daerah memang harus dipilih DPRD yang juga perwakilan rakyat. “Tentu demokrasi perwakilan rakyat itu tidak bertentangan juga.  “Mekanisme pilkada tak langsung justru memimimalisir potensi korupsi karena kinerja anggota DPRD lebih terukur….” 

Erwin melanjutkan komentar Patrialis itu menyangkut polemik pengesahan RUU Pilkada potensial diujimaterikan ke MK dimana hakim terlapor sebagai hakim konstitusi yang akan turut memeriksanya. Hal ini jelas bertentangan dengan kode etik yang seharusnya dijunjung dan dipatuhi oleh hakim terlapor.  

“Patrialis melanggar dua prinsip yakni prinsip kepantasan dan kesopanan dan prinsip integritas seperti termuat dalam PMK No. 9/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim. Sebab, bagaimanapun kode etik mengikat di dalam atau di luar sidang,” ujar perwakilan dari ILR ini.

Karena itu, pihaknya meminta Dewan Etik segera memeriksa dugaan pelanggaran kode etik dan merumuskan pendapat tertulis bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan Patrialis Akbar.

“Ini bentuk pelanggaran berat karena pernyataan itu bisa melumpuhkan demokrasi (pemilihan pilkada langsung) yang sudah terbangun sejak reformasi. Makanya, kita mengecam keras pernyataan Patrialis yang tidak etis itu.”      

Sementara perwakilan dari Perludem Veri Junaidi mengatakan meski pernyataan itu dilakukan dalam forum ilmiah, seharusnya Patrialis bisa menahan diri terkait polemik pengesahan RUU Pilkada yang dijadwalkan pada 25 September. “Hakim konstitusi seharusnya bisa menahan diri terhadap isu apapun terkait RUU yang potensial digugat di MK,” kata Veri.

Dia tegaskan pengaduan ini semata-mata untuk menjaga marwah MK dalam upaya menjaga dan menegakkan etik hakim konstitusi. “Kita berharap pengaduan ini segera ditindaklanjuti Dewan Etik,” katanya.        

Sementara saat dikonfirmasi, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar membantah pernyataan dukungan itu merupakan pendapatnya. Dia menjelaskan pandangan itu merupakan kesimpulan dari sebuah skripsi yang ditulis Hana Fitriani, seorang mahasiswi Universitas Muhammdiyah Jakarta pada 2013. Dia menemukan beberapa kelemahan dalam pilkada langsung, sehingga disimpulkan pilkada tidak langsung lebih baik.

“Saya bilang kalau pendapat skripsi boleh dilakukan kajian, saya tegaskan itu bukan pendapat saya, tetapi hasil skripsi,” kata Patrialis saat dihubungi.      

Dia tegaskan siapapun boleh melontarkan dukungan atau menolak mekanisme pilkada langsung atau lewat DPRD dalam forum akademis sebagai pembelajaran bagi mahasiswa/i yang sedang menuntut ilmu.

“Kalau forum akademis siapapun boleh sepanjang bukan untuk publikasi, tetapi ternyata dipublikasi, itu di luar jangkauan saya. Buktinya, saya tegaskan tidak mau wawancara soal itu di luar forum,” katanya.
“Sepertinya, pengaduan ini mencari kesalahan untuk menjatuhkan saya, masak saya nggak boleh bicara di perguruan tinggi dalam forum ilmiah.”
Tags:

Berita Terkait