Chevron Kritik Kepastian Hukum di Indonesia
Aktual

Chevron Kritik Kepastian Hukum di Indonesia

Oleh:
KAR/ANT
Bacaan 2 Menit
Chevron Kritik Kepastian Hukum di Indonesia
Hukumonline
Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak menyayangkan lemahnya kepastian hukum di Indonesia menyusul kasus proyek bioremediasi yang menyeret lima karyawan perusahaannya.

"Kami sangat berhati-hati supaya operasional tetap lancar. Tapi ketidakpastian hukum ini membuat 7.000 karyawan dan 28.000 karyawan kontraktor kami merasa tidak aman," kata Albert dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, ketidakpastian hukum membuat para karyawan perusahaan minyak terbesar di Indonesia itu khawatir dan ketakutan.

Pasalnya, kasus proyek bioremediasi yang dinilai telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku, justru bisa menyebabkan rekan kerja mereka masuk bui.

"Makanya kami meminta pemerintah untuk melihat perkara ini dari mekanisme kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) yang menggariskan bagaimana perselisihan diselesaikan. Sehingga ini menjadi benar-benar kasus perdata dan tidak dibawa ke ranah pidana," katanya.

"Makanya kepastian hukum menjadi faktor penting untuk mendatangkan investasi asing dan lokal," tambahnya.

Menurut Albert, dalam mekanisme PSC, tidak ada kerugian negara karena perusahaan yang menandatangani kontrak kerja sama adalah pihak swasta.

Dengan demikian, putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap karyawan perusahaan minyak terbesar di Indonesia itu, Bachtiar Abdul Fatah, tidak bisa diterima.

Bachtiar sebelumnya dinyatakan bersalah dalam korupsi proyek bioremediasi. Ia harus menerima hukuman empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta.

Selain Bachtiar, ada empat dari total tujuh tersangka yang diseret oleh Kejaksaan Agung. Mereka yakni Endah Rumbianti, Widodo, Kukuh Kertasafari, Ricksy Prematuri, Herlan, dan Alexia Tirtawidjaja.

"Kami tetap mendukung Bachtiar untuk terus melakukan upaya hukum yang ada, yakni peninjauan kembali (PK). Kami perusahaan yang bertanggungjawab dan kami bangga dengan pemerintah Indonesia. 40 persen produski kami juga kami berikan untuk kepentingan nasional karena kami ingin mengabdi untuk Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan akan segera mengeksekusi karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah, yang tetap dihukum empat tahun penjara dan denda Rp200 juta oleh Mahkamah Agung dalam kasus proyek bioremediasi.

Tentunya kalau kita sudah menerima salinan putusannya, maka akan segera dieksekusi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, Jumat.

Kendati demikian, ia menegaskan pihaknya sampai sekarang belum menerinya salinan putusan tersebut.
Tags: