Gayus: Kejaksaan Harus Patuhi MK, Bukan MA
Berita

Gayus: Kejaksaan Harus Patuhi MK, Bukan MA

Karena SEMA hanya bersifat petunjuk kepada jajaran pengadilan di bawah MA.

ANT
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Gayus Lumbuun. Foto: RES.
Hakim Agung Gayus Lumbuun. Foto: RES.

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan kebijakan yang menuai pro kontra. Melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2014, MA menegaskan bahwa upaya hukum peninjauan kembali (PK) hanya diperbolehkan satu kali. SEMA ini menjadi pro kontra karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) justru menyatakan sebaliknya.

Terkait hal ini, Hakim Agung Gayus Lumbuun menyatakan Kejaksaan sebagai eksekutor putusan pengadilan seharusnya lebih mematuhi putusan MK, bukan SEMA. Menurut dia, akan sangat beresiko bagi Kejaksaan jika dalam melakukan tugasnya sebagai eksekutor putusan pengadilan merujuk pada SEMA.

"Kejaksaan harus mentaati Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang berlaku untuk ditaati bagi semua pihak di Indonesia, SEMA adalah surat edaran yang bersifat surat perintah MA kepada jajaran di bawahnya," kata Gayus, kepada Antara di Jakarta, Sabtu.

Gayus menjelaskan, SEMA merupakan keputusan pejabat administrasi negara di lingkungan MA yang bukan melaksanakan Kewenangan yudisial. Hal ini, kata dia, berbeda dengan Putusan MK merupakan putusan yang bersifat yudisial.

"Surat Edaran tidak termasuk dan tidak diatur pada undang-undang, pembentukan peraturan perundang-undang atau petunjuk bagi jajaran di bawahnya," kata Gayus.

Gayus berpendapat MA boleh saja mengisi kekosongan norma tersebut demi kelancaran peradilan. Namun, dia menegaskan putusan MK justru ada untuk mengisi norma baru yang nantinya diwujudkan melalui proses pembentukan undang-undang oleh DPR dan pemerintah.

"Kejaksaan wajib mengacu Putusan MK dan bukan SEMA yang lebih merupakan perintah atau petunjuk MA kepada jajaran dibawahnya, oleh karenanya bukan merupakan regulasi yang wajib ditaati oleh pihak-pihak diluar MA," kata Gayus.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto menyatakan bahwa langkah MA menerbitkan SEMA tentang pengajuan PK dibatasi satu kali, untuk mendapatkan kepastian hukum.

"MA mengeluarkan Sema dimana kita harus mengacu kepada kepastian hukum, kalau tidak ada kepastian hukumnya, berkali-kali ya semua kayak begini terus. Seperti kemarin begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum bukti baru lagi. Kapan mau selesai kalau begitu?" katanya di sela-sela "Open House" Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Jakarta, Sabtu.

Tedjo mengatakan pihaknya akan membicarakan lebih lanjut polemik PK ini dengan pihak MA. Tedjo mengisyaratkan SEMA mungkin saja diubah, karena sifatnya tidak final.

"Nanti akan kita bicarakan lagi dengan MA, harus ada kepastian hukum. Jangan dibiarkan tidak ada kepastian hukum seperti sekarang, orang mau diapakan tidak tahu juga," ungkap Tedjo.

Tags:

Berita Terkait