Paripurna DPR Restui Budi Gunawan Jadi Kapolri
Berita

Paripurna DPR Restui Budi Gunawan Jadi Kapolri

Meski menjadi hak prerogratif presiden yang diatur dalam UU, pencalonan BG yang berstatus tersangka telah mencoreng sejarah Indonesia.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pimpinan DPR berjabat tangan dengan Konjen Budi Gunawan yang baru saja disetujui menjadi Kapolri dalam sidang pariprna DPR, Kamis (15/1). Foto: RES
Pimpinan DPR berjabat tangan dengan Konjen Budi Gunawan yang baru saja disetujui menjadi Kapolri dalam sidang pariprna DPR, Kamis (15/1). Foto: RES
Permintaan Fraksi Demokrat agar rapat paripurna menunda penetapan Komsisaris Jendral (Komjen) Pol Budi Gunawan menjadi Kapolri tak diindahkan di sidang paripurna DPR. Mayoritas fraksi kekeuh agar rapat paripuna DPR memberikan persetujuan dan penetapan Budi Gunawan menjadi Kapolri.

“Setelah perdebatan dalam lobi mendapatkan kesamaan pandangan dan paripurna untuk menyetujui mengangkat Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Kecuali Fraksi Demokrat meminta penundaan dan FPAN agar DPR melakukan rapat konsultasi dengan presiden terlebih dahulu,” ujar pimpinan rapat paripurna Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Kamis (15/1).

Meski akhirnya disetujui Budi Gunawan menjadi Kapolri, hanya Fraksi Demokrat dan PAN yang memiliki pandangan berbeda. Juru bicara Fraksi Demokrat, Benny K Harman, mengatakan Partai Demokrat menghargai usulan Presiden Jokowi dalam mengusulkan Budi Gunawan menjadi Kapolri.

Menurutnya, hal itu menjadi hak prerogratif presiden sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri. Meski demikian penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan oleh KPK bak petir di siang bolong. “Karena tidak pernah disangka sebelumnya, ini di luar dugaan,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III itu mengatakan, dalam rapat pleno sebelum pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan, Demokrat sudah meminta agar dilakukan penundaan agar memberikan kesempatan pimpinan Polri berkonsultasi dengan pimpinan DPR dan presiden. Dia menilai hal seperti ini perlu dibahas dalam rapat konsultasi.

“Namun usulan Fraksi Demokrat tidak diterima. Makanya anggota seluruh Komisi III dari Fraksi Demokrat tak menghadiri uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri tersebut. Dan Komisi III jalan terus,” ujarnya.

Dikatakan Benny, pengangkatan Budi Gunawan menjadi Kapolri menjadi preseden buruk bagi Indonesia karena bakal mencoreng sejarah Republik Indonesia. Menurutnya, kali pertama sepanjang sejarah presiden mengangkat seorang tersangka menjadi Kapolri. Ia berpandangan pemaksaan Budi Gunawan menjadi Kapolri dengan berstatus tersangka berdampak Polri tak akan mendapat kepercayaan dari rakyat. Pasalnya, Polri memiliki tugas dan fungsi menegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

“Yang kita harus lakukan adalah melakukan pendalaman klarifikasi atas keterlibatan Budi Gunawan sebagaimana diduga KPK, baik kepada presiden, KPK, Polri dan Kompolnas dan Budi Gunawan,” katanya.

Benny berpendapat jika dilakukan proses klarifikasi oleh Budi Gunawan hingga selesai, setidaknya Kapolri Jenderal Sutarman masih tetap dapat menjalankan tugas dan memimpin institusi Polri. Menurutnya, masa jabatan Jenderal Sutarman belum berakhir, belum memasuki masa pensiun dan tidak terkait dengan dugaan tindak pidana.

“Jika presiden mengabaikan ketetapan KPK akan memiliki akibat yang kurang baik bagi kedua lembaga, karena rakyat tidak yakin presiden sungguh-sungguh dalam pemberantasan korupsi,” tandasnya.

Hal yang sama disampaikan anggota Fraksi PAN Alimin Abdullah. Menurutnya, DPR perlu melakukan rapat konsultasi dengan presiden sebelum mengambil keputusan. Soalnya, status tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi melekat pada Kapolri terpilih, Budi Gunawan. Kendati demikian, FPAN prinsipnya tetap mendukung Budi Gunawan mejadi Kapolri.

“Dengan status hukum yang melekat saat ini, DPR sebaiknya melakukan langkah tepat untuk mengambil keputusan. Sebaiknya dewan menggelar rapat konsultasi antara DPR dan Presiden sebelum ambil keputusan,” ujarnya.

Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan, pandangan FPAN tersebut tak pernah disampaikan dalam rapat pleno sebelumnya. Maka dari itu, Aziz mengaku heran dengan dengan pandangan FPAN. Padahal, FPAN dalam rapat pleno telah menyetujui Budi Gunawan menjadi Kapolri. Soal pandangan F-Demokrat, Aziz mengakuinya.

Namun, Aziz berpendapat fungsi dewan hanya melakukan pengawasan dan melaksanakan tugas  pokoknya sebagaimana diatur dalam UU. “Apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum agar saling menghormati dan menghargai sesuai tupoksinya. Saya hanya memberikan klarifikasi supaya tidak ada pandangan-pandangan lain,” ujar politisi Golkar itu.

Setelah menengahi perdebatan itu, dilakukan forum lobi. Kesepakatan pun diambil di penghujung rapat dengan memberikan persetujuan terhadap Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman. “Apakah dapat disetujui,” ujar Taufik Kurniawan. Mayoritas anggota dewan yang hadir sebanyak 411 orang itu menyatakan persetujuannya Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Tags:

Berita Terkait