Yusril: Pengangkatan Plt Kapolri Keputusan Keliru
Utama

Yusril: Pengangkatan Plt Kapolri Keputusan Keliru

Jika pejabat Kapolri lama melakukan pelanggaran maka presiden dapat mengangkat Plt Kapolri dengan persetujuan DPR.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra. Foto: RES
Yusril Ihza Mahendra. Foto: RES
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Plt Kapolri dapat ditunjuk jika Kapolri definitif diberhentikan sementara dalam keadaan mendesak. Keadaan mendesak itu disebabkan lantaran Kapolri melanggar sumpah jabatan atau membahayakan negara. Ia berpandangan dalam keadaan normal, presiden tak bisa berhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR.

Mantan Menteri Kehakiman itu berpendapat, jika presiden hendak menunda pengangkatan dan pelantikan Budi Gunawan, mestinya Jenderal Sutarman belum dapat diberhentikan meski DPR telah menyetujui pemberhentian. “Pemberhentian Sutarman haruslah satu paket dengan pengangkatan Kapolri baru,” ujarnya dalam akun twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd.

Lebih jauh, Yusril berpandangan pemberhentian Sutarman sebagai Kapolri dengan bersamaan pengangkatan Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti merupakan keputusan yang keliru dari aspek UU Polri. Menurutnya, jika pejabat Kapolri lama melakukan pelanggaran maka presiden dapat mengangkat Plt Kapolri dengan persetujuan DPR.

“Dalam keadaan seperti itu, maka presiden mengangkat Plt Kapolri yang setelah Plt tersebut diangkat, presiden harus minta persetujuan DPR,” katanya.

Sementara itu, Komisi III DPR meminta Presiden Joko Widodo tak melakukan pelanggaran terhadap hukum ketatanegaraan. Pemicunya adalah penunjukan pelaksana tugas (Plt) Kapolri Komisari Jenderal (Komjen) Badrodin Haiti yang menabrak Pasal 11 ayat (5) UU No.2 Tahun 2002tentang Polri. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi III  Desmon Junaedi Mahesa.

“Menurut kami diskusi di internal Komisi III, lebih bijaksana Jokowi agar tidak bermasalah dengan hukum dan ketatanegaraan,” ujarnya.

Menurut Desmon, Jokowi mesti mengambil jalan tengah dengan melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun setelah itu, presiden mesti pula menonaktifkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Alasannya, agar Budi fokus menyelesaikan kasus hukum atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah itu, Presiden Jokowi dapat menetapkan Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti.

“Ini baru jelas dan tidak akan bermasalah secara ketatanegaraan dan UU Polri,” ujarnya.

DPR memang telah meloloskan Budi Gunawan sebagai Kapolri dalam uji kelayakan dan kepatutan. Bola panas seolah dilempar oleh DPR ke Presiden Jokowi. Nasib Budi Gunawan berada di tangan presiden, apakah akan dilantik atau sebaliknya. Dikatakan Desmon, jika saja sedari awal pasca penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan, Presiden Jokowi menarik Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu, persoalan tak akan serumit ini. “Dalam konteks konstitusi dan undang-undang itu lebih baik,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu, berpandangan jikalau Presiden Jokowi tak melantik Budi Gunawan, DPR bukan tidak mungkin akan menempuh langkah interplasi, atau pun hak angket. Bukan berarti DPR hendak melawan pemerintah, namun sebagai koreksi dan pengawasan terhadap pemerintah agar menjalankan UU.

Desmon mengancam jika tak ada kejelasan status kapolri definitif, ia akan menggalang pengajuan hak interplasi. Ia berpandangan presiden disumpah agar menjalankan konstitusi dan UU secara konsekuen. Nah, jika terdapat pelanggaran UU yang dilakukan presiden, bukan tidak mungkin DPR bakal memberikan peringatan keras. 

“Kalau presiden melanggar UU seperti ini, ada alasan kita memberhentikan presiden. Menurut saya bagaimana pemerintah menutup pelanggaran yang sudah terjadi, tidak usah malulah,” katanya.

Anggota Komisi III Arsul Sani berpandangan semestinya sebelum mengambil keputusan mendapat masukan dari ahli hukum tata negara di istana kepresidenan. Kendati begitu, Arsul menduga Presiden Jokowi mengambil keputusan berdasarkan asas diskresi sebagaimana diatur dalam UU No.30 Tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan dikaitkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 52 Tahun 2010tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri.

“Saya sendiri tidak yakin bahwa dalam Keppres penunjukan Komjen Badrodin Haiti dipergunakan istilan ‘Plt”. Karena menurut Menseskab, Badrodin adalah Wakapolri yang ditugaskan melaksanakan tugas dan wewenang Kapolri. Jadi konteksnya bukan dalam kerangka Pasal 11 ayat (5) UU Polri. Tetapi jika Watimpres, adanya ahli hukum tata negara di dalamnya akan membuat presiden punya sudut pandang yang lebih luas,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon  menambahkan, lembaga kepresidenan sudah melayangkan surat terkait dengan penunjukan Plt Kapolri. Memang aturan dalam penunjukan Plt Kapolri, mesti mendapat persetujuan DPR. Ia berpandangan penunjukan Plt dengan menabrak aturan bisa melanggar UU. Ia berharap penundaan pengangkatan Budi Gunawan mesti dipastikan waktunya.

“Apa sambil menunggu incraht ini, semua ada di tangan presiden. Setiap keputusan ada konsekuensinya,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait