Kepesertaan Wajib BPJS Bukan Domain Swasta
Berita

Kepesertaan Wajib BPJS Bukan Domain Swasta

Badan swasta ini tetap dapat berpartisipasi memberi manfaat tambahan dalam pelayanan kesehatan bagi pekerjanya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Sidang lanjutan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dipersoalkan sejumlah perusahaan dan perorangan kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang kali ini, giliran pihak DPR dan pemerintah menyampaikan keterangan terkait sejumlah ketentuan yang mewajibkan memilih kepesertaan BPJS bagi perusahaan.

DPR dalam paparannya menyatakan penyelenggaraan jaminan sosial (kewajiban memilih kepesertaan BPJS) yang bersifat monopolistik oleh pemerintah merupakan keharusan. Sebab, penyelenggaraan jaminan sosial termasuk penyediaan fasilitas kesehatan merupakan tanggung jawab negara yang dijamin Pasal 34 UUD 1945.

“Penyelenggaraan jaminan sosial sudah sesuai Pasal 34 UUD 1945 yang bukan domain usaha bisnis yang merupakan domain swasta,” ujar kuasa hukum DPR, Arsul Sani saat menyampaikan keterangannya di ruang sidang MK, Senin (02/2).

Arsul melanjutkan tanggung jawab negara memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini sama halnya dalam pengelolaan pajak oleh pemerintah dalam hal besaran proporsional terhadap gaji/upah. “Jadi, penyelenggaraan jaminan sosial yang bersifat monopolistik adalah sah dan memang harus dilakukan pemerintah untuk jasa atau pelayanan yang menyangkut kepentingan seluruh rakyat,” paparnya.

Lagipula, lanjut Anggota Komisi III DPR ini, Pasal 15 UU BPJS ini sudah pernah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui putusan MK No. 82/PUU-X/2012. Putusan itu intinya menyebutkan pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya  sebagai peserta BPJS sesuai program jaminan sosial yang diikuti. Pekerja juga berhak mendaftarkan diri sebagai peserta program yang diikuti sepanjang perusahaan secara nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.

“Karena itu, pasal-pasal yang dimohonkan pengujian sama sekali tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegas politisi PPP ini.

Amanat konstitusi
Hal senada disampaikan pemerintah yang menegaskan Pasal 14 UU BPJS merupakan amanat konsitusi (Pasal 34 UUD 1945) yang mewajibkan negara memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat termasuk pekerja. “Pasal 15 UU BPJS itu memberi kepastian kepada pekerja untuk memperoleh manfaat jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan,” kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Tri Tara Yadi.

Meski begitu, kata Tri, pemberi kerja (perusahaan) yang ingin menjamin pelayanan kesehatan yang lebih baik sebagai manfaat tambahan dapat menggunakan badan swasta. Badan swasta ini tetap dapat berpartisipasi memberi manfaat tambahan dalam pelayanan kesehatan bagi pekerjanya.

“Prinsipnya, jaminan sosial adalah program negara yang menjamin kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial seluruh rakyat Indonesia yang dijamin Pasal 34 dan Pasal 28H UUD 1945,” paparnya.

Pemerintah tak sependapat bahwa Pasal 15 ayat (1) UU BPJS bersifat monopoli terhadap penyelenggaraan jaminan sosial. Kepesertaan dan iuran wajib juga bukan bentuk pemaksaan. Justru, hal itu untuk mewujudkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong-royong antara peserta yang mampu kepada peserta yang tidak mampu atau yang sehat membantu yang sakit.

“Pengenaan sanksi administratif juga tidaklah diskriminatif sesuai definisi Pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Sehingga, Pasal 17 UU BPJS terkait pengenaan sanksi administratif tetap harus diterapkan untuk mewujudkan tujuan negara, menyejahterakan rakyat melalui sistem jaminan sosial nasional,” ujarnya.

Sebelumnya, para pemohon yakni PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bhakti Husada dan PT Abdiwaluyo Mitrasejahtera (perusahaan asuransi), serta Sarju dan Imron Sarbini mempersoalkan 6 pasal dalam UU BPJS. Ketentuan yang disasar yaitu Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf c, (4); dan Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU BPJS terkait kewajiban memilih BPJS.

Para pemohon menganggap kewajiban mendaftarkan ke BPJS menyebabkan pemberi kerja (Pemohon I dan Pemohon II) tidak bisa memilih penyelenggara jaminan sosial lain. Padahal, jaminan sosial lainnya nyata-nyata lebih baik dari BPJS. Terlebih, adanya sanksi administratif kepada pemberi kerja apabila tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS seperti diatur Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf c, dan ayat (4), UU BPJS. Tetapi, penyelenggara negara tidak dikenai sanksi administratif bila tidak mendaftarkan BPJS bagi pekerja/pegawainya.

Menurutnya, adanya kewajiban memilih BPJS sebagai penyelenggara jaminan sosial pekerja menyebabkan monopoli dalam penyelenggaraan  jasa layanan jaminan sosial yang berimbas langsung bagi penyedia jasa layanan kesehatan lainnya (perusahaan asuransi lainnya) seperti yang dialami Pemohon III dan Pemohon IV. Mereka menganggap pasal-pasal itu karena dianggap bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) dan (2) serta Pasal 28H ayat (3) UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait