Hakim Lampaui Kewenangan, Putusan Praperadilan BG Batal Demi Hukum
Berita

Hakim Lampaui Kewenangan, Putusan Praperadilan BG Batal Demi Hukum

Djoko Sarwoko imbau MA segera membuat penetapan pembatalan putusan praperadilan Budi Gunawan.

NOV/RED/HAG
Bacaan 2 Menit
Tim Kuasa Hukum Budi Gunawan bersalaman dengan kuasa hukum KPK usai hakim mengabulkan praperadilan BG di PN Jaksel, Senin (16/2). Foto: RES.
Tim Kuasa Hukum Budi Gunawan bersalaman dengan kuasa hukum KPK usai hakim mengabulkan praperadilan BG di PN Jaksel, Senin (16/2). Foto: RES.

Mantan Hakim Agung Djoko Sarwoko mengatakan putusan hakim praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasalnya, hakim tersebut telah melampaui kewenangannya karena memperluas objek praperadilan dengan memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.

Sebagai konsekuensi putusan itu, menurut Djoko, Mahkamah Agung (MA) dapat mengeluarkan penetapan untuk membatalkan putusan praperadilan Budi Gunawan. Putusan hakim juga dapat langsung dinyatakan batal demi hukum karena hakim praperadilan Budi Gunawan telah melanggar ketentuan KUHAP.

"MA harus cepat merespon karena ini akan mempengaruhi semua proses hukum. MA harus mengeluarkan penetapan mendasarkan pada kewenangan pengawasan MA Pasal 32 UU No.5 Tahun 2004 jo UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA karena itu sudah melanggar UU," katanya kepada hukumonline, Senin (16/2).

Djoko menyatakan putusan ini bukan termasuk putusan yang progresif, melainkan putusan yang melanggar undang-undang. Ia menegaskan, hakim dapat membuat putusan progresif hanya jika undang-undang tidak mengatur ketentuan secara jelas. Namun, jika sudah jelas diatur, hakim tinggal menerapkan.

"Hakim ini ngawur. Ini bukan progresif. Saya menyangka hakim ini tidak memahami. Seharusnya yang menangani hakim tindak pidana korupsi (tipikor). Hakim tidak boleh berpikir progresif, dia harus berpikiran normatif. Kalau terlalu progresif atau kreatif, maka hakim itu melanggar undang-undang," ujarnya.

Djoko menerangkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengabaikan putusan praperadilan Budi Gunawan sebagaimana yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus Chevron. Ketika itu, Kejagung meminta surat pembatalan dari MA, lalu melanjutkan perkara hingga ke pengadilan.  

Mantan Ketua Kamar Pidana Khusus MA ini juga menyatakan putusan praperadilan Budi Gunawan akan menjadi preseden buruk bagi semua proses penegakan hukum. Ia khawatir putusan praperadilan Budi Gunawan akan dijadikan referensi bagi semua tersangka untuk mengajukan praperadilan.

Tags:

Berita Terkait