KPK-DPD Sepakat Cegah Korupsi Sektor SDA
Berita

KPK-DPD Sepakat Cegah Korupsi Sektor SDA

Rencananya, kesepakatan ini akan dituangkan dengan memperbaharui MoU antar kedua lembaga.

FAT
Bacaan 2 Menit
Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki. Foto: RES
Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki. Foto: RES
Pimpinan KPK mendatangi Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman. Sayangnya, pertemuan tersebut berlangsung tertutup bagi media massa. Usai pertemuan, kedua lembaga sepakat untuk memperluas pencegahan tindak pidana korupsi khususnya di sektor sumber daya alam (SDA).

Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengaku, KPK telah mengajak DPD untuk memperluas kerja sama yang selama ini telah terjalin. Kerja sama tersebut dengan memperluas pencegahan tindak pidana korupsi di sektor SDA. Ia meyakini, pencegahan memiliki daya yang efektif dalam memberantas korupsi.

Menurutnya, kerja sama ini akan dituangkan dalam bentuk memperbaharui nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang pernah dilakukan kedua lembaga pada tahun 2006 silam. Ruki menilai, kerja sama ini memiliki dampak yang positif bagi kepentingan negara.

“Setelah ditandatangani dengan muatan yang lebih bermanfaat untuk kepentingan negara dan penguatan kelembagaan KPK,” kata Ruki di Komplek Parlemen di Jakarta, Jumat 27/3).

Ruki menambahkan, kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas antara KPK dan DPD. Dalam kesempatan tersebut, empat dari lima pimpinan KPK turut hadir. Sedangkan satu pimpinan KPK, yakni Johan Budi SP tidak hadir lantaran alasan kesehatan.

Ketua DPD Irman Gusman menyambut baik ajakan KPK ini. Ia mengaku siap memperbaharui MoU antara KPK dan DPD yang pernah dilakukan pada tahun 2006 silam. Menurutnya, kerja sama ini memiliki manfaat yang baik bagi kepentingan masyarakat secara luas.

“DPD RI diajak untuk mencegah tindak pidana korupsi di sektor Sumber Daya Alam yang banyak terdapat di daerah,” kata Irman.

Dengan adanya kerja sama ini, lanjut Irman, ke depan diharapkan pengelolaan SDA dapat terjadi secara transparan dan akuntabel. Sehingga, hasilnya bisa dirasakan secara luas oleh masyarakat Indonesia. Kerja sama ini, merupakan komitmen bagi DPD dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi, khususnya di sektor SDA.

“Pemberantasan korupsi itu tidak bisa hanya dilakukan lembaga yang khusus dengan itu. Oleh sebab itu kita melakukan sinergisitas. Kami ingin mendukung KPK sebagai barisan terdepan dalam pemberantasan korupsi,” kata Irman.

Terkait penyelamatan sumber daya alam, telah dideklarasikan oleh 20 menteri yang disaksikan oleh Presiden Jokko Widodo. Bukan hanya itu, seluruh aparat penegak hukum juga mendorong penyelamatan SDA di Indonesia. Serangkaian deklarasi ini dilakukan lantaran potensi kerugian negara di sektor SDA sudah sangat mengkhawatirkan.

KPK mencatat, masih sangat banyak eksportir batu bara yang tidak melaporkan hasil ekspornya. Laporan tersebut seharusnya disampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) maupun dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak. Dari kondisi itu, KPK menemukan potensi kerugian negara yang cukup besar.

Menurut Ruki, di tahun 2012 saja, dari sektor minerba negara harus kehilangan penerimaan pajak mencapai Rp28,5 triliun. Sedangkan potensi kerugian negara sekitar Rp10 triliun per tahun. Perhitungan ini didapat dari catatan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara menunjukkan adanya kurang bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga tahun 2011 sebesar Rp6,7 triliun. Selain itu, evaluasi laporan surveyor pun memperlihatkan selisih pembayaran royalti lima mineral sebesar US$24,66 juta dan sebesar US$ 1,22 miliar untuk batubara.

Pada sektor kehutanan, hasil kajian KPK menunjukkan adanya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih perizinan. Dari kegiatan kordinasi-supervisi minerba di tahun 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta hektar izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektar berada dalam kawasan hutan lindung.

Selain masalah status badan hukum, hasil temuan KPK menunjukan, akibat pertambangan di dalam kawasan hutan negara kehilangan potensi PNBP sebesar Rp15,9 triliun per tahun. Hal ini disebabkan 1.052 usaha pertambangan dalam kawasan hutan yang tidak melalui prosedur pinjam pakai. Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang mencapai Rp35 triliun.

Sementara itu, sektor pengelolaan sumber daya alam lain juga amat rendah. Hasil temuan KPK menunjukan, sektor kelautanhanya menyumbangPNBP sebesar 0,3 persen per tahun. Sedangkansektor perikanandalam lima tahun terakhir, hanya sebesar 0,02 persen terhadap total penerimaan pajak nasional.
Tags:

Berita Terkait