Pemerintah Dianggap tak Berpihak pada Buruh
Berita

Pemerintah Dianggap tak Berpihak pada Buruh

Kenaikan harga-harga semakin mempersulit kehidupan buruh.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Dianggap tak Berpihak pada Buruh
Hukumonline
Presiden KSPI, Said Iqbal, menilai kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) belum berpihak pada kepentingan buruh. Indikasinya, sampai sekarang belum ada rancangan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan menerapkan upah layak yang berpatok pada 84 item KHL.

Selain itu, dikatakan Iqbal, sampai sekarang peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan belum diterbitkan. Padahal, empat program yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan akan beroperasi 1 Juli 2015, salah satunya program Jaminan Pensiun (JP). Untuk BPJS Kesehatan, pelayanannya belum optimal dan ada rencana kenaikan iuran. "Sampai saat ini belum terlihat ada kebijakan pemerintah (Jokowi-JK) yang berpihak pada buruh," kata Iqbal dalam diskusi dikantor KontraS di Jakarta, Selasa (31/3).

Iqbal mengatakan tuntutan itu sudah disuarakan buruh sejak lama dan ditegaskan pada saat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Buruh di Indonesia sudah semestinya mendapat upah layak. Sebab, diakhir pemerintahan SBY, GDP Indonesia masuk 10 besar dunia. Itu berarti Indonesia bukan lagi negara miskin. Capaian itu tidak berbanding lurus dengan upah buruh. Sebab, dibanding dengan negara lain di Asia Tenggara, upah buruh di Indonesia tergolong rendah.

Iqbal menilai ada yang salah dalam kebijakan yang diterbitkan pemerintah selama ini. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak terdistribusi dengan baik. Itu dapat dilihat dari gini rasio atau kesenjangan pendapatan yang semakin tinggi dari 0,41 (2014) jadi 0,42 (2015). “Jadi pertumbuhan ekonomi itu hanya menguntungkan segelintir orang (pemilik modal),” ujarnya.

Bagi Iqbal, prestasi ekonomi Indonesia itu harus didistribusikan secara merata. Misalnya, dengan menerbitkan kebijakan yang mendorong upah layak dan memberikan jaminan kesehatan secara gratis. Sayangnya, itu tidak dilakukan, pemerintah justru ingin menaikan iuran program Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Itu diperparah dengan dicabutnya subsidi BBM oleh pemerintah sejak beberapa waktu lalu. Akibatnya, harga-harga sejumlah barang kebutuhan pokok naik. Ironisnya, pemerintah tidak bisa mengendalikan harga-harga di pasar. Melihat kondisi tersebut Iqbal menilai pemerintah belum berpihak pada kesejahteraan rakyat, khususnya buruh. “Pemerintahan Jokowi-JK pro kepada pemilik modal (pengusaha),” tukasnya.

Iqbal mengingatkan agar Jokowi-JK mengimplementasikan Nawa Cita yang diusung ketika Pilpres 2014. Di antaranya upah layak dan jaminan kesehatan gratis. Jika pembenahan tidak segera dilakukan, Iqbal mengancam akan mengajak buruh demonstrasi dalam Mayday 2015. Jika tak kunjung ada perubahan, buruh akan melakukan mogok kerja nasional.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang, menjelaskan penyelesaian peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan mendekati final. Misalnya, regulasi untuk program Jaminan Hari Tua (JHT), Kecelakaan Kerja (JKK) dan Kematian (JKm) sudah selesai perhitungan besaran presentasenya.

Namun, Chazali mengakui masih ada tarik menarik kepentingan antara BPJS Ketenagakerjaan dan PT Taspen soal kepesertaan PNS. Saat ini, PT Taspen mengelola ketiga program itu dan Jaminan Pensiun (JP) untuk PNS. Sedangkan, PP No. 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial mengamanatkan penahapan pendaftaran peserta PNS untuk program JKK dan Jkm untuk PNS paling lambat 1 Juli 2015. Sedangkan program JHT dan JP paling lambat 2029. Untuk besaran iuran program JP, yang digunakan pemerintah saat ini yakni 8 persen dari upah dan tunjangan tetap.
Tags: