Belanda Berulang Kali Revisi, Indonesia Masih Gunakan KUHPer “Usang”
Berita

Belanda Berulang Kali Revisi, Indonesia Masih Gunakan KUHPer “Usang”

Usia Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sudah berusia 177 tahun.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Profesor asal Universiteit Utrecht Belanda Prof. Dr. Tineke E. Lambooy saat ditemui di FH Universitas Udayana, Bali, Jumat (17/4). Foto: RIA
Profesor asal Universiteit Utrecht Belanda Prof. Dr. Tineke E. Lambooy saat ditemui di FH Universitas Udayana, Bali, Jumat (17/4). Foto: RIA

[Versi Bahasa Inggris]

Ironis, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Indonesia. Pasalnya, kitab yang asalnya dari Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda ini sudah berusia 177 tahun dan belum direvisi, sementara si negeri asal pembuat BW itu sudah berulang kali merevisi BW.

Profesor asal Universiteit Utrecht Belanda Prof. Dr. Tineke E. Lambooy mengemukakan bahwa Belanda sudah mengganti BW yang masih digunakan di Indonesia itu, dengan BW yang baru atau Nieuw Burgerlijk Wetboek sejak 1992.

Tineke mengatakan bahwa upaya rekodifikasi BW ini digagas oleh Prof (E.M.) Meljers pasca perang dunia II pada 1947, atau dua tahun setelah Indonesia merdeka dari Belanda. Ia mengatakan alasannya ketika itu sudah banyak putusan hakim yang bersifat menemukan hukum dalam ranah perdata.

“Saat itu motivasinya adalah karena banyak peraturan hukum yang sudah dikembangkan oleh hakim di pengadilan, yang mana aturan itu tidak terdapat dalam BW 1838,” ujar Tineke dalam Konferensi Nasional Hukum Keperdataan II yang diadakan oleh Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK).

Dari putusan hakim itu-lah dilakukan interpretasi. Namun hukum secara konstan terus menerus berkembang, dan Mahkamah Agung mempermudah dengan mengeluarkan anotasi putusan-putusan penting (landmarks), lanjut Tineke.

Sebagai informasi, sebelumnya dalam kegiatan yang sama, Ketua Mahkamah Agung (MA) RI M. Hatta Ali menyampaikan ide serupa untuk pembaruan Hukum Keperdataan Indonesia.

MA sudah membuat kebijakan keterbukaan informasi. Jutaan putusan dapat diakses melalui website www.putusan.mahkamahagung.go.id. “Para akademisi yang memegang peran penting dalam pembentukan hukum melalui telaah dan analisis terhadap putusan pengadilan, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembentuk doktrin hukum,” ucap Hatta, Kamis (16/4).

Tags:

Berita Terkait