Banyak Penyimpangan, Aturan Praktik Lawyer Asing Perlu Diperjelas
Berita

Banyak Penyimpangan, Aturan Praktik Lawyer Asing Perlu Diperjelas

Pemerintah harus ikut turun tangan mengawasi.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Acara Tea Talk with Lawyer di Kampus IJSL, Jakarta, Jumat (5/6). Foto: RES.
Acara Tea Talk with Lawyer di Kampus IJSL, Jakarta, Jumat (5/6). Foto: RES.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menemukan sejumlah penyimpangan regulasi dari hasil penelitiannya mengenai advokat asing, sehingga mengusulkan agar aturan perlu diperketat.

Hasil penelitian ini disampaikan oleh Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting dalam acara ‘Tea Talk With Lawyers’ di Kampus Indonesia Jentera School of Law (IJSL), Jakarta, Jumat (5/6) lalu. Dalam diskusi ini hadir sejumlah partner firma hukum dan advokat yang tergabung dalam Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

Miko menyatakan penyimpangan sering terjadi terhadap aturan pasal 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Aturan itu menyebutkan bahwa lawyer asing dilarang beracara di pengadilan, begitu pun berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.

Salah satu penyimpangan yang terjadi adalah banyak terjadi pemberian nasihat hukum, melalui saluran komunikasi seperti skype (video call), email, dan lain sebagainya. Ini biasanya dilakukan oleh para corporate lawyer asing.

“Penyimpangan ini terjadi karena aturan yang tidak mendetail, pengawasan yang kurang, dan sanksi yang tidak diterapkan secara efektif,” papar Miko.

Dewan Standar Profesi HKHPM Ahmad Fikri Assegaf juga berpendapat perlunya aturan yang lebih jelas. “Kalau di litigasi jelas batasannya; mereka ngga boleh nongol di pengadilan. Secara fisik itu kelihatan. Tapi di bidang consulting (non litigasi,-red), gimana garisnya? Cap dan tanda tangan dalam legal opinion jelas ngga boleh. Tapi email dan lain-lain bagaimana?” ujarnya.

Sedangkan, Ketua Umum HKHPM Indra Safitri menyoroti pengawasan lawyer asing yang memang masih belum jelas.

Tags:

Berita Terkait