Ini Penjelasan Menaker Soal Polemik Pencairan JHT
Berita

Ini Penjelasan Menaker Soal Polemik Pencairan JHT

Program BPJS Ketenagakerjaan diyakini lebih baik dari Jamsostek.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES

Prosedur pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang menjadi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi polemik. Sejumlah kalangan menyatakan keberatan karena pencairan JHT disyaratkan harus minimal masa iuran 10 tahun. Besaran pencairannya pun dibatasi hanya boleh 10 persen.

Terkait polemik ini, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri menjelaskan bahwa program JHT fungsi dasarnya adalah perlindungan bagi para pekerja yang tidak lagi produktif, baik karena cacat tetap, meninggal dunia, atau karena memasuki usia tua.

“Itu fungsi dasar dari JHT, tujuannya di situ,” kata Hanif kepada wartawan seusai mengikuti Sidang Kabinet, di kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/7) sore, sebagaimana diwartakan www.setkab.go.id.

Jadi, kalau misalnya ada orang kena pemutusan hubungan kerja (PHK), kata Hanif, dia tidak masuk skema di JHT, skemanya pasti di pesangon.

“Jadi beda-beda namanya jaminan sosial, ada program yang memang ditujukan untuk perlindungan sosial, ada juga program yang bertujuan untuk meng-cover pada saat mereka tidak produktif,” terang Hanif.

Menurut Hanif, tujuan dasar program JHT memang harus terus disosialisasikan. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia sangat banyak sehingga membutuhkan upaya sosialisasi yang lebih. Jika kendalanya sosialisasi, kata dia, solusi yang mungkin akan ditempuh adalah semacam masa transisi untuk sosialisasi.

Dijelaskan Hanif, JHT bisa dicairkan penuh kalau seseorang yang mengikuti program tersebut sudah memasuki usia pensiun yakni 56 tahun. Lalu, soal prosedur pencairan JHT yang mensyaratkan minimal masa iuran 10 tahun, kata Hanif, hal tersebut diatur dalam undang-undang.

Tags:

Berita Terkait