Ternyata, Polri Pernah Ajukan PK atas Praperadilan
Info Putusan:

Ternyata, Polri Pernah Ajukan PK atas Praperadilan

Pengecualian hanya dapat dibenarkan jika terjadi penyelundupan hukum.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi praperadilan. Foto: BAS
Ilustrasi praperadilan. Foto: BAS
Masih ingat pro kontra langkah yang harus dilakukan KPK saat kalah praperadilan melawan Komjen (Pol) Budi Gunawan? Setelah hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengabulkan permohonan praperadilan Budi Gunawan, sikap KPK ditunggu sejumlah kalangan. Ada yang mendesak agar KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan itu. Sebagian lagi menyebut tak mungkin ada upaya hukum PK atas praperadilan.

Sebenarnya dalam sejarah praperadilan di Indonesia, upaya hukum PK pernah dilakukan. Bahkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pun pernah menempuh upaya hukum luar biasa itu. Salah satunya yang terungkap dari salinan putusan Mahkamah Agung No. 66PK/Pid/2014 yang bisa diakses publik melalui laman resmi Mahkamah Agung.

Polri mengajukan PK atas putusan kasasi dalam perkara melawan Asmadja, warga Petamburan Jakarta. Semula Asmadja yang mengajukan praperadilan terhadap Kapolda Metro Jaya. Penyebabnya, polisi menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara) atas perkara yang dilaporkan Asmadja. Polisi berdalih perkara sudah daluarsa. Orang dilaporkan melarikan diri ke luar negeri.

Pada Oktober 2013, hakim tunggal PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan itu, dan menyatakan tidak sah SP3 bernomor SPPP/155/VII/2013/Ditreskrimsus tertanggal 25 Juli 2013. Hakim memerintahkan agar polisi melanjutkan penyidikan atas dua orang yang dilaporkan pemohon praperadilan.

Rupanya, Polri tak terima putusan hakim. Polri menganggap hakim telah melakukan kekeliruan dan kekhilafan dalam mempertimbangkan masalah daluarsa penyidikan. Sebagai wujud keberatan itu, Polri menempuh upaya hukum PK.

Lantas apa kata MA atas pemohonan Polri itu? Majelis PK menyatakan permohonan PK tidak memenuhi syarat formil sehingga tidak dapat diterima. Pertama, sesuai Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yang dapat mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam kasus ini terpidana dan terdakwanya belum ada. Status masih tersangka, yang berarti pokok perkara belum diperiksa. Perkara praperadilan, kata hakim, adalah ‘perkara yang belum masuk pada pemeriksaan pokok perkara’.

Kedua, pengecualian hanya ada dalam hal putusan praperadilan mengandung penyelundupan hukum, yaitu melampaui batas kewenangan praperadilan sebagaimana yang telah diatur limitatif dalam Pasal 77 KUHAP.

Ketiga, Pasal 45A ayat (2) huruf a UU No. 5 Tahun 2004 juncto UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung telah menentukan bahwa tidak ada upaya kasasi terhadap praperadilan. “Putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi, maka secara mutatis mutandis permohonan Peninjauan Kembali terhadap praperadilan tidak dapat diajukan”.

Putusan PK atas praperadilan yang diajukan Polri ini diputus majelis hakim beranggotakan Sri Murwahyuni, Syarifuddin, dan Maruap Dohmatiga Pasaribu. Rapat permusyawaratan hakim berlangsung pada 11 November 2014. Putusan ini merupakan salah satu bukti bahwa ada upaya mengajukan PK atas putusan praperadilan.
Tags:

Berita Terkait