Aturan Dana Kampanye Pilkada dari APBD Digugat
Berita

Aturan Dana Kampanye Pilkada dari APBD Digugat

Pemohon diminta memperjelas kerugian konstitusional dan petitum permohonan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Aturan Dana Kampanye Pilkada dari APBD Digugat
Hukumonline
Jelang perhelatan pemilihan kepala daerah serentak, lagi-lagi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kini, giliran dua warga negara Nu’man Fauzi dan Achiyanur Firmansyah yang mengklaim sebagai pemilih mempersoalkan   Dalam sidang perdana kuasa hukum pemohon, Vivi Ayunita menuturkan       Pemohon berpendapat kampanye adalah sarana untk mengakomodasi kepentingan pasangan calon untuk menyampaikan visi, misi, dan program disertai simbol atau tanda gambar yang bertujuan mengajak orang memilih pasangan calon tertentu. Pemohon mempertanyakan mengapa kegiatan meyakinkan pemilih untuk mendukung yang seharusnya dilakukan oleh pasangan calon dan tim kampanye tersebut harus difasilitasi oleh KPU dengan dana APBD. “Ini seharusnya tidak dibebankan pada APBD karena terkait dengan kepentingan pribadi masing-masing pasangan calon,” tutur Vivi dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di ruang sidang MK, Kamis (08/10) kemarin.   Bagi pemohon, Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada tidak efektif dan justru mengakibatkan pemborosan penggunaan anggaran negara. Karena itu, pemohon meminta kepada Majelis MK agar menyatakan Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.   ada kemungkinan dana kampanye ini dikhawatirkan disalahgunakan kepala daerah petahana (incumbent), tetapi sebenarnya calon lain pun difasilitasi dengan dana kampanye ini. “Coba dielaborasi lebih detil, dimana letak kerugian konstitusional para pemohon dengan berlakunya pasal yang diuji ini,” pinta Anwar.

Anggota Majelis Panel Manahan MP Sitompul menilai dalam permohonan ini belum jelas apa sebenarnya yang diminta pemohon. Sebab, kalau permintaan pemohon pasangan calon pilkada sendiri yang mendanai kampanyenya, kenapa dalam petitumnya pasal yang diuji harus dihapus.

“Seharusnya, petitum ini minta pemaknaan atau conditionally unconstitutional. Misalnya, frasa ‘yang didanai APBD’ dalam Pasal 65 ayat (2) itu dimaknai didanai sendiri oleh pasangan calon. Tetapi kalau dihilangkan langsung pasal itu, nanti ada kekosongan hukum. Nantinya, siapa yang mendanai seluruh jenis kampanye yang disebut Pasal 65 ayat (1) UU Pilkada?” Ini mesti diperhatikan dan diperbaiki,” sarannya.
UU No. 8 Tahun 2015tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada)Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada terkait penggunaan dana kampanye pilkada yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

potensi lahirnya proses Pilkada yang jujur dan adil dapat terhambat dengan adanya ketentuan penggunaan APBD untuk pendanaan kampanye seperti diatur Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada. Ini dianggap sebagai pelanggaran fundamental terhadap hak-hak warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.

Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada menyebutkan“Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.”

Vivi menambahkan anggaran yang diperlukan dalam Pilkada semakin membengkak akibat ketentuan Pasal 65 ayat (2) tersebut. Padahal, sebelum adanya UU Pilkada ini, pelaksanaan kampanye menjadi tanggung jawab dan didanai masing-masing pasangan calon.



Menurut pemohon, seharusnya pembiayaan dengan menggunakan dana APBD hanyalah terhadap publikasi tentang pelaksanaan Pilkada yang bersifat umum. Seperti, sosialisasi atau ajakan bagi masyarakat untuk dapat turut aktif menggunakan hak politiknya dalam Pilkada Serentak 2015.  

Ketua Majelis Panel, Anwar Usman, meminta pemohon mengelaborasi lebih lanjut kerugian konstitusional yang dialami. Sebab,
Tags:

Berita Terkait