Demi Legitimasi Sosial, Perusahaan Sebaiknya Programkan SRC Ketimbang CSR
Berita

Demi Legitimasi Sosial, Perusahaan Sebaiknya Programkan SRC Ketimbang CSR

Apapun hasilnya kemudian, dengan mempraktikan SRC maka secara etika perusahaan tambang sudah menunjukan komitmennya untuk mewujudkan kesetaraan sosial.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY

[Versi Bahasa Inggris]

Belakangan ini, silang pendapat petinggi negeri mengenai perpanjangan kontrak raksasa tambang asal Amerika, Freeport, ramai mewarnai pemberitaan. Namun, semua argumentasi yang disampaikan semua pihak memiliki benang merah bahwa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia menjadi landasan pengambilan keputusan.

Sudah bukan rahasia umum bahwa di banyak negara kehadiran perusahaan tambang bukan mendatangkan kesejahteraan, tapi justru membawa bencana bagi masyarakatnya. Maka, istilah “kutukan tambang” yang dicetuskan oleh Roderick G. Eggert menjadi sangat populer.

Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Dody Prayogo, menjelaskan bahwa secara mendasar ada tiga masalah utama yang membelit perusahaan tambang dan masyarakat di sekitarnya. Pertama, masalah keadilan sosial menyangkut hak-hak masyarakat lokal. Kedua, masalah kesetaraan sosial atas akses terhadap sumber kesejahteraan. Ketiga, masalah jaminan atas keberlanjutan sosial terkait dengan perubahan lingkungan akibat kehadiran dan kegiatan tambang.

Dody mengatakan, biasanya masalah keadilan sosial diindikasikan adanya klaim masyarakat lokal bahwa hak mereka terlanggar. Dody mengatakan, hak ini kebanyakan berkaitan dengan masalah lahan. Selain itu, ia juga melihat bahwa hak ulayat dan hilangnya mata pencarian petani manjadi sumber persoalan.

“Masyarakat lokal menegaskan identitas kelokalannya untuk mengungkapkan rasa ketidakadilan yang mereka rasakan. Cara yang ditempuh, ya dengan berkonflik,” tutur Dody, di Depok, Sabtu (3/10).

Sementara itu, masalah kesetaraan sosial terjadi bukan karena kehadiran perusahaan tambang membuat masyarakat lokal miskin. Dody melihat, hal ini lantaran ada keadaan baru berupa ketimpangan sosial ekonomi yang sebelumnya tidak terjadi.

Sebab, kegiatan tambang member kesempatan ekonomi baru yang sebagian besar tidak dapat diakses oleh masyarakat lokal. Akibatnya, muncul perbedaan antara kelompok pekerja dengan non-pekerja, petani dengan pengusaha, dan penduduk asli dengan pendatang.

Tags:

Berita Terkait