Tolak RPP Pengupahan, Buruh Ancam Mogok
Berita

Tolak RPP Pengupahan, Buruh Ancam Mogok

Buruh merasa tidak dilibatkan. Tuntutan buruh tak diakomodasi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Tolak RPP Pengupahan, Buruh Ancam Mogok
Hukumonline
Pemerintah telah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV. Salah satu kebijakan itu menyasar sektor perburuhan yaitu pemerintah akan menerbitkan RPP Pengupahan. Namun rencana Pemerintah itu tak sepenuhnya mendapat dukungan dari buruh.

Para pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI), misalnya, menyuarakan penolakan RPP Pengupahan. Sekjen KSPI, Muhammad Rusdi, yakin RPP Pengupahan segera diterbitkan Pemerintah. Isinya pun sesuai dengan yang disosialisasikan kepada serikat pekerja beberapa waktu belakangan. Formula upah sesuai yang disampaikan pemerintah secara terbuka.

Rusdi mengklaim sebagian besar pimpinan serikat pekerja yang diundang sosialisasi menolak substansi RPP Pengupahan. Namun buruh tak bisa membendung. Pemerintah bersikukuh mengatur formula pengupahan tak sesuai yang diinginkan pekerja. "Dari awal buruh menolak RPP Pengupahan karena proses pembentukannya tidak melibatkan buruh. Dengan menerbitkan RPP Pengupahan berarti pemerintah lebih mendengar tuntutan pengusaha," kata Rusdi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (16/10).

Salah satu ketentuan yang ditolak buruh dalam RPP Pengupahan, dikatakan Rusdi, yaitu formula penetapan upah minimum. Dalam menetapkan kenaikan upah minimum pemerintah menggunakan formula yakni upah minimum dikali pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan formula itu maka kenaikan upah minimum setiap tahun paling tinggi sekitar 10 persen.

Akibatnya, upah buruh di Indonesia akan terus tertinggal dari upah buruh di negara tetangga. Misalnya, Filipina yang upah minimumnya sekitar Rp4jt. Rusdi mengingatkan, beberapa tahun terakhir buruh sudah mengingatkan pemerintah agar upah buruh ditingkatkan sehingga buruh mampu hidup secara layak. Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah yaitu menambah item KHL dari 60 jadi 84.

Rusdi mengatakan buruh sangat membutuhkan perbaikan kuantitas dan kualitas item KHL.  Jaket, kaos, kipas angin dan jam dinding sebaiknya dimasukkan. Peningkatan kualitas item KHL juga diperlukan seperti rumah yang saat ini dihitung sewa 1 kamar perlu diubah menjadi cicilan rumah tipe paling rendah. Begitu pula dengan transportasi, makanan dan minuman. Sayangnya, sejak tuntutan perubahan item KHL itu disuarakan tiga tahun lalu belum terkabul. "Dengan kenaikan upah minimum 10 persen maka buruh akan tetap miskin karena upah mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari," urainya.

Rusdi juga mengklaim sejumlah elemen buruh sedang berkonsolidasi untuk melakukan penolakan RPP Pengupahan secara masif. "Kami menyiapkan mogok kerja nasional awal November 2015," tukasnya.

Ketua Umum SPN, Iwan Kusmawan, mengatakan paket kebijakan ekonomi tidak menguntungkan buruh. Dalam RPP Pengupahan ia melihat KHL direvisi lima tahun sekali padahal amanat itu tidak ada dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua SP Farkes Reformasi, Djufnie Ashary, mengatakan jika RPP Pengupahan disahkan maka dewan pengupahan tidak berperan lagi dalam penetapan upah minimum. Sebab kenaikan upah minimum sudah ditetapkan lewat formula sebagaimana diatur dalam RPP Pengupahan.

Wakil Presiden KSPI, Sofyan Abdul Latief, menilai PP Pengupahan bertentangan dengan hukum karena upah minimum hanya ditujukan untuk pekerja lajang. Padahal UU Ketenagakerjaan mengamanatkan upah itu untuk pekerja dan keluarganya.

Ketua FBLP, Jumisih, mengatakan buruh perempuan terkena dampak yang paling besar jika RPP Pengupahan diterbitkan. Sebab buruh perempuan biasanya mengatur keuangan keluarga. Mengingat upah yang diterima tidak sebanding dengan kebutuhan hidup maka buruh perempuan akan kesulitan mengatur keuangan keluarga.

Jumisih mencatat KHL yang diatur pemerintah belum mengakomodir kebutuhan pengasuhan anak buruh. Penelitian FBLP menyimpulkan buruh yang sudah berkeluarga dan punya anak rata-rata mengeluarkan dana pengasuhan anak sampai Rp800 ribu per bulan. "Pemerintah mengabaikan kepentingan anak-anak buruh," paparnya.

Jumisih mengingatkan pemerintah untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok. Sebab, kenaikan upah buruh akan percuma jika pemerintah tidak mampu mengendalikan harga.

Pimpinan kolektif KP KPBI, Ilhamsyah, berpendapat tidak ada pilihan lain bagi buruh untuk membatalkan PP Pengupahan. Jika pemerintah mengesahkan RPP Pengupahan dan tidak segera merevisi atau mencabutnya maka buruh akan menyiapkan mogok kerja nasional jilid 3. Sebelumnya, buruh pernah melakukan mogok kerja nasional di tahun 2012 dan 2013. Menuju mogok kerja nasional itu, buruh akan melakukan demonstrasi mulai pekan depan. "Kami akan membentuk komite pemogokan di setiap wilayah (kawasan indsutri)," tukasnya.

Ilhamsyah mengatakan dengan menerbitkan PP Pengupahan pemerintah telah menciptakan gejolak di sektor perburuhan. Ia menilai paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah hanya menguntungkan pengusaha.

Presiden KSBSI, Mudhofir, berpendapat paket kebijakan ekonomi keempat yang dikeluarkan pemerintah fokusnya untuk mengakomodir kepentingan investasi. PP Pengupahan juga termasuk dalam paket kebijakan tersebut sehingga isinya merugikan buruh. "Kalau regulasi yang diterbitkan pemerintah itu baik maka buruh akan mendukung penuh. Tapi PP Pengupahan itu isinya sebagian besar merugikan buruh," katanya.

Mudhofir mengusulkan kepada pemerintah agar paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan mendorong daya beli masyarakat, termasuk buruh. Pasalnya, berbagai kebijakan pemerintah sejak akhir tahun lalu memukul daya beli masyarakat seperti dicabutnya subsidi BBM. Tak ketinggalan buruh perlu segera menyodorkan konsep sistem pengupahan yang baik kepada pemerintah.
Tags: