Presiden Teken PP Pengupahan
Utama

Presiden Teken PP Pengupahan

Pekerja siapkan demonstrasi massal. Mempersoalkan mekanisme penetapan upah minimum.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES
Menaker, Muh Hanif Dhakiri. Foto: RES
Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, menginformasikan Presiden Joko Widodo sudah menandatangani RPP Pengupahan. Bahkan sudah diundangkan Menteri Hukum dan HAM. PP itu diberi No. 78 Tahun 2015. Menteri Dhakiri menjelaskan Presiden meneken PP No. 78 Tahun 2015 itu pada Jum’at (23/10) lalu.

Menteri Dhakiri mengatakan PP Pengupahan merupakan mandat dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ia bersyukur karena setelah 12 tahun tertunda akhirnya beleid itu bisa diterbitkan.

Salah satu substansi yang menarik perhatian adalah penetapan upah minimum. M. Hanif Dhakiri menegaskan penetapan upah minimum ke depan harus menggunakan formula yang diamanatkan PP. “Penetapan UMP 2016 oleh Gubernur nanti sudah harus menggunakan formula sebagaimana diamanatkan dalam PP tersebut," kata Hanif di Jakarta, Senin (26/10).

Hanif menilai PP Pengupahan merupakan terobosan dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Sebab sebelumnya penetapan upah minimum kerap diwarnai politisasi dan membuat kenaikan upah tidak rasional dan menimbulkan ketidakpastian.

Menurut Hanif, kebijakan upah minimum sebagai bentuk hadirnya negara untuk melindungi buruh agar tidak masuk dalam upah murah. Selaras itu Hanif mengimbau seluruh Gubernur untuk menyesuaikan dan memproses penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2016 dengan menggunakan formula yang tercantum dalam PP Pengupahan. Formulanya,  menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama dalam penghitungan kenaikan UMP. Targetnya, UMP dapat ditetapkan dan diumumkan secara serentak setiap 1 November oleh Gubernur.

Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan berbagai elemen serikat buruh seperti KSPI, KSBSI, KSPSI dan KP-KPBI telah membentuk Komite Aksi Upah (KAU) yang tujuannya menggelar kegiatan dalam rangka mendorong agar pemerintah membatalkan PP Pengupahan dan formula penghitungan upah minimum yang hanya menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional.

Iqbal menyebut serikat buruh menolak PP Pengupahan karena hak berunding upah minimum yang selama ini dilakukan lewat mekanisme tripartit di Dewan Pengupahan ditiadakan. Proses penghitungan upah minimum yang diatur lewat PP pengupahan hanya menggunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabelnya.

Iqbal mengingatkan di semua negara industri maju, pihak terkait seperti buruh dilibatkan dalam membahas upah minimum. Bahkan di Indonesia sejak masa pemerintahan Soeharto buruh dilibatkan dalam perundingan kenaikan upah minimum.

Iqbal melihat buruh hanya dilibatkan oleh pemerintah dalam menentukan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditinjau dalam jangka waktu lima tahun. “Dengan mengacu pada formula itu maka KHL juga tidak akan digunakan dalam menentukan kenaikan UMP,” kata Iqbal.

Lewat formula yang diatur dalam PP Pengupahan, data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang diterbitkan BPS akan digunakan untuk menghitung kenaikan UMP. Survei KHL sebagaimana dilakukan oleh Dewan Pengupahan selama ini sebelum merekomendasikan kenaikan upah minimum tidak akan digunakan.

Menurut Iqbal, PP Pengupahan menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap pekerja. Pemerintah masih menggunakan upah murah. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, upah minimum di Indonesia jauh tertinggal. Misalnya UMP 2015 di Jakarta Rp2,7 juta, sedangkan di Malaysia 3,2 juta, Filipina 3,6 juta dan Thailand 3,4 juta. Iqbal memperkirakan dengan menggunakan formula sebagaimana yang ada di PP Pengupahan maka kenaikan upah minimum setiap tahun tidak akan lebih dari 10 persen.

Merespon PP Pengupahan, kata Iqbal, serikat pekerja akan menggelar demonstrasi massal dengan sasaran Istana Negara. Demonstrasi itu rencananya digelar akhir bulan ini dan akan melibatkan 50 ribu buruh. “Kami menuntut PP Pengupahan dicabut. Kalau tidak dicabut maka kami akan terus menggelar demonstrasi massal sampai mogok kerja nasional pada November 2015,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait