Pro Kontra Pengadilan Rakyat Internasional 1965
Utama

Pro Kontra Pengadilan Rakyat Internasional 1965

Anggota DPR khawatir digelarnya Pengadilan Internasional Rakyat 1965 dapat memecah belah bangsa.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Wapres Jusuf Kalla. Foto: RES
Wapres Jusuf Kalla. Foto: RES
Digelarnya Pengadilan Rakyat Internasional 1965 di NieuweKerk, Den Haag, Belanda mendapat respon dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ditegaskan JK, Pemerintah Indonesia tidak perlu menanggapi Pengadilan Rakyat Internasional 1965.

"Itu kan persidangan bukan pengadilan benaran. Kalau pengadilan benaran bisa bertahun-tahun," tegas JK ditemui di Istana Wapres, Jakarta, pada Rabu.

Menurut JK, jika memang masyarakat internasional ingin mengusut secara serius kejadian pada 1965, maka mereka juga perlu mengusut kejahatan lain yang dilakukan sejumlah negara barat dalam peperangan pada abad 20.

"Boleh, kalau barat mau begitu. Kita juga adili di sini. Lebih banyak mereka (warga) terbunuh secara (perang) begitu," kata JK.

Terkait kesaksian oleh sejumlah WNI dalam persidangan tesebut, JK menegaskan pemerintah pun dapat memberikan kesaksian atas tewasnya korban akibat penjajahan negara asing di Indonesia.

JK sebelumnya juga menjelaskan pemerintah tidak perlu meminta maaf atas kejadian 1965 itu. Menurutnya, pada peristiwa 1965, yang terbunuh justru jenderal-jenderal dari Tentara Nasional Indonesia.

"Jangan lupa bahwa (peristiwa) itu dimulai dengan tewasnya jenderal-jenderal kita. Ya masa Pemerintah minta maaf, padahal yang dibunuh para jenderal kita, gimana sih?" kata JK.

Pecah Belah
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyayangkan diselenggarakannya Pengadilan Rakyat Internasional 1965. Arsul menilai langkah tersebut tidak bijak dalam menyikapi masalah peristiwa 1965.

"Saya menilai kawan-kawan elemen masyarakat sipil yang mengajukan soal ekses G30S ke pengadilan rakyat internasional tidak bijak dalam menyikapi persoalan yang sensitif," katanya di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, jika forum pengadilan tersebut mengandung hal-hal yang menyalahkan pemerintah atau kelompok tertentu maka berpotensi memecah belah elemen bangsa.

Politikus PPP itu menyarankan agar penyelenggaraan pengadilan rakyat dipertimbangkan antara manfaat dan kerugiannya sebelum membawa persoalan tersebut ke panggung internasional.

"Saya menilai pemerintah tidak perlu meng-entertain terhadap upaya di pengadilan rakyat internasional Den Haag," ujarnya.

Menurut dia, apabila ada putusan yang menghendaki pemerintah meminta maaf, namun mayoritas masyarakat menolak maka pemerintah tidak akan memenuhi putusan forum informal tersebut. Di sisi lain, ujar dia, pemerintah perlu lebih fokus dan menunjukkan keseriusan lebih dalam terkait penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Saya menilai apabila muncul sorotan dari dunia internasional, pemerintah perlu menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi setelah G30S adalah rangkaian sebab akibat dan bahkan bisa ditarik ke belakang pada peristiwa pemberontakan PKI di Madiun," katanya.

Sebelumnya, pengadilan rakyat atau "International People's Tribunal" kejahatan kemanusiaan di Indonesia pada 1965 akan digelar di Den Haag, Belanda dari Selasa-Jumat (10-13 November 2015).

Anggota panitia pengadilan rakyat, Reza Muharam, mengatakan pengadilan itu digelar untuk membuktikan terjadinya 'genosida selama periode 1965 hingga 1966' yang selama ini tidak pernah diakui negara.

Menurut dia, persidangan akan diikuti tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia, dan praktisi hukum, termasuk mantan hakim mahkamah kriminal internasional untuk Yugoslavia.

Para hakim itu, menurut dia, akan menguji alat bukti yang memuat keterangan 16 saksi peristiwa 1965 sekaligus data-data yang disusun sejumlah peneliti Indonesia maupun mancanegara.

Terdapat sembilan dakwaan yang akan diuji panel hakim dalam sidang tersebut antara lain pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual pasca meletusnya peristiwa 30 September 1965.

Reza mengatakan pengadilan itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan yang digugat adalah tanggug jawab negara serta tidak ada gugatan terhadap individu maupun organisasi tertentu.
Tags: