Dalil TSM Dominasi Sengketa Pilkada 2015
Seperti, pendaftar pertama yakni sengketa pilkada Kabupaten Labuanbatu Selatan, Sumatera Utara yang diikuti tiga pasangan calon (paslon). Tanpa kuasa hukum, paslon pilkada Labuanbatu Selatan Usman-Arwi Winata (nomor urut 2) langsung mendaftarkan permohonannya pada Jum’at (18/12) sore kemarin.
Usman mendalilkan telah terjadi serangkaian kecurangan yang dilakukan Bupati Petahana Labuhan Batu Selatan Wildan Aswan Tanjung (nomor urut 1). Diantaranya, penggelembungan jumlah surat suara, mobilisasi PNS dan aparat desa, politik uang hingga dualisme dukungan PDI-P yang dinilai turut mempengaruhi minimnya dukungan suara yang diperolehnya.
Hal serupa didalilkan paslon Kabupaten Cianjur Suranto-Aldwin Rahadian (nomor urut 3). Mereka menganggap Pilkada Kabupaten Cianjur banyak diwarnai kecurangan yang bersifat TSM yang dilakukan paslon nomor urut 2 Irvan Rivano muchtar-Herman Suherman yang merupakan putra Bupati Cianjur aktif. Padahal, tim suksesnya telah mengadukan sekitar 40 pelanggaran ke Panwaslu Cianjur, namun belum ada yang ditindaklanjuti.
Dalil adanya pelanggaran pilkada yang bersifat TSM juga terjadi dalam Pilkada Kabupaten Gorontalo. Hal ini diungkapkan calon Bupati Gorontalo nomor Urut 1 Rustam Hs Akili. Dia menjelaskan adanya oknum pejabat yang melakukan politik uang kepada pemilih untuk memilih satu pasangan calon tertentu.
“Kita buktikan apakah money politic bisa atau tidak, terjadi di daerah saya sangat TSM. Ada bukti-bukti yang kuat, beberapa kasus sedang diproses oleh Polres, sudah direkomendasikan oleh Panwas Kabupaten Gorontalo,” ungkap Rustam seperti dikutip media MK.
Selain itu, paslon gubernurJusuf SK-Marthin Billamengajukan gugatan terkait pelanggaran yang bersifat TSM yang diduga dilakukan paslon Irianto Lambrie-Udin Hianggio (Irau) dalamPilkada Kalimatan Utara (Kaltara). Mereka menilai Pilkada Kaltara kuat diwarnai kecurangan masif karena diduga kuat terjadi pelibatan aparat sipil negara (ASN) dan politik uang, khususnya di Kabupaten Nunukan, Bulungan, dan Tarakan.
Dia menuding pasangan Irianto-Udin membagi-bagikan sembako dalam Pilkada yang mempengaruhi perolehan suara pasangan Jusuf-Martin. Padahal, pihaknya sudah melaporkan berbagai jenis kecurangan ke Bawaslu Kaltara dengan menghadirkan ratusan saksi.
“Kita sangat kecewa dengan rekomendasi Bawaslu yang memutuskan tidak terbukti menemukan pelanggaran pidana Pilkada Kaltara. Kita menduga Bawaslu Kaltara berpihak dan telah melanggar sumpah integritas mereka,” ujar Koordinator Tim Kuasa Hukum Jusuf-Marthin, Yupen Hadi saat dihubungi, Senin (21/12).
Sementara perkara yang selisihnya di bawah dua persen terjadi dalam sengketa pilkada Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Lewat kuasanya, pasangan calon Indra Putra dan Komperensi (nomor urut 1) pun telah menggugat penetapan hasil pilkada Kabupaten Kuantang Singingi. Sebab, selisih suaranya hanya terpaut 0,27 persen dengan paslon Mursini-Halim (nomor urut 2), sehingga memenuhi syarat mengugat.
Lewat kuasanya, salah satu paslon Piet Casihiyo dan Marlev Kokov resmi mendaftarkan gugatan hasil pilkada Kabupaten Bintuni, Papua, Senin (21/12) sore. Mereka mengklaim dalam perolehan hasil pilkada Bintuni hanya selisih 7 suara dengan Bupati Bintuni terpilih. Artinya, selisihnya kurang dari 2 persen sebagaimana yang disyaratkan UU Pilkada.
Berdasarkan informasi dari sumber data analisis MK, sebenarnya penetapan perolehan suara Pilkada Serentak dari 264 daerah hanya sekitar 25 kabupaten/kota yang selisih perolehan suaranya di bawah 2 persen. Namun, hingga Senin (21/12) petang, MK telah menerima 117 permohonan dari sekitar 100 kabupaten, 10 kota, dan 3 provinsi. Sebelumnya, MK sendiri memperkirakan ada sekitar 300-an perkara yang lolos verifikasi berkas yang akan mulai disidangkan 7 Januari 2016 mendatang.
Untuk diketahui, UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) telah mengariskan sengketa pilkada hanya menyangkut persoalan kesalahan penghitungan perolehan suara. Selain itu, sengketa hasil penghitungan suara yang bisa digugat ke MK ada syarat presentase tertentu yang dibatasi secara limitatif.
Misalnya, Pasal 158 ayat (1) UU Pilkada menyebut syarat pengajuan (pembatalan hasil perolehan suara) jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi bagi provinsi maksimal 2 juta penduduk. Bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.
Persoalan lain menyangkut pelanggaran etik, administratif, pidana pemilu, dan keabsahan penetapan pasangan calon merupakan kewenangan lembaga lain. Seperti, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu/Panwaslu), dan lewat penegakan hukum terpadu (Gakumdu), dan PTUN. Meski begitu, praktiknya tak jarang pelanggaran TSM dapat menjadi alasan dikabulkannya permohonan sengketa pilkada karena sudah menjadi salah satu asas hukum pemilu yang sifatnya kasuistis.
- “Melawan” Revisi Undang-Undang dengan Pengujian Formal di MK
- Bisakah MK Memutus Sengketa Lembaga Negara yang Terkait dengan . .
- Apakah Materi Muatan Perppu Sama dengan Undang-undang?
- Bisakah “Menghidupkan” Kembali Pasal yang Pernah Dibatalkan MK?
- Jika UU Dicabut oleh MK, Apakah UU Terdahulu Otomatis Berlaku?
Apabila Anda menggunakan Private Browsing dalam Firefox, "Tracking Protection" akan muncul pemberitahuan Adblock. Anda dapat menonaktifkan dengan klik “shield icon” pada address bar Anda.
Terima kasih atas dukungan Anda untuk membantu kami menjadikan hukum untuk semua