Sengketa Pilkada Hanya Hasil Penghitungan Suara
Berita

Sengketa Pilkada Hanya Hasil Penghitungan Suara

MK memastikan tetap ada pengawasan internal secara khusus dalam hal penanganan sengketa pilkada serentak ini.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana pemungutan suara Pilkada. Foto: SGP (Ilustrasi)
Suasana pemungutan suara Pilkada. Foto: SGP (Ilustrasi)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar acara workshop penanganan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak bagi seluruh pegawainya dengan melibatkan Penyelenggara Pemilu dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Acara ini jadi ajang sosialisasi lima peraturan terkait penerapan teknis prosedur penyelesaian perselisihan Pilkada serentak yang diperkirakan menuai gugatan termasuk pencegahan praktik gratifikasi/suap.

“Sosialisasi atau workshop di internal dulu, untuk seluruh lingkungan pegawai MK menyangkut pemahaman teknis penanganan pilkada dan materi menjaga integritas dan mencegah suap dan gratifikasi yang disampaikan KPK,” ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membuka Workshop Penanganan Pilkada di aula gedung MK, Kamis (17/9).

Peraturan dimaksud adalah UU No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada); Peraturan KPU No. 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada; Peraturan MK No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilkada; dan Peraturan MK No. 2 Tahun tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pilkada.

Arief mengatakan jangka waktu proses penyelesaian pilkada dibatasi selama 45 hari sejak permohonan didaftarkan. Proses persidangan akan dibagi dalam tiga majelis panel yang masing-masing menangani 100-an perkara. MK memperkirakan ada sekitar 300-an perkara yang bakal masuk dari 266 Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

“Kami juga sudah membuat petunjuk teknis bagaimana alur mengajukan permohonan (pendaftaran), proses persidangan, bagaimana format permohonan, jawaban (KPU). Itu sudah ada formatnya,” katanya. “Tetapi, diharapkan tidak sampai angka itu (300-an) karena yang memenuhi presentase tadi jumlahnya sangat terbatas.”

Arief mengingatkan UU Pilkada telah menentukan perkara sengketa pilkada yang bisa diajukan ke MK hanya menyangkut sengketa penetapan hasil penghitungan suara. Selain itu, sengketa hasil ini ada syarat presentase tertentu yang dibatasi secara limitatif. “Ada presentase tertentu dibatasi limitatif perkara yang bisa digugat ke MK. Bedanya dengan sebelumnya mengenal istilah pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),” ujar Arief mengingatkan.

Misalnya, Pasal 158 ayat (1) UU Pilkada menyebut syarat pengajuan (pembatalan) jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi bagi provinsi maksimal 2 juta penduduk. Bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.

Persoalan lain yang menyangkut pelanggaran etik, administratif, pidana pemilu, dan keabsahan penetapan pasangan calon merupakan kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lewat penegakan hukum terpadu (Gakumdu), dan PTUN. “Saya harap persoalan lain sudah selesai di lembaga tersebut, sehingga perkara yang masuk ke sini betul-betul perkara perselisihan hasil, hanya hitungan angka-angka,” tegasnya.

Arief memastikan tetap ada pengawasan internal secara khusus dalam hal penanganan sengketa pilkada serentak ini terutama ketika proses pendaftaran permohonan dan pengawasan para hakim konstitusinya. “Ada Dewan Etik yang akan terus mengawasi para hakim konstitusi. Setiap pengaduan itu akan ditanggapi dan diklarifikasi termasuk media massa juga turut mengawasi agar kita bisa bekerja sebagaimana mestinya,” pintanya.

Sekjen MK Guntur Hamzah menambahkan hal terpenting sifat sengketa hasil pilkada serentak kali ini ada filter (penyaring) yang ditentukan dalam UU Pilkada. Sebab, tidak semua persoalan dalam pilkada bisa diperkarakan di MK karena Pasal 158 UU Pilkada sudah menentukan persentase selisih suara yang bisa diajukan ke MK. “Ini harus dipahami setiap pasangan calon pilkada dengan baik,” kata Guntur dalam kesempatan yang sama.

Untuk itu, penyelenggaraan workshop bagi 240 pegawai di lingkungan MK ini untuk menyamakan persepsi dan pandangan terkait penanganan sengketa hasil pilkada serentak ini. “Semua materi sudah dirancang sedemikian rupa agar ada satu pemahaman yang sama termasuk bahan pembangunan integritas dan pencegahan gratifikasi dari KPK,” katanya.
Tags: