RUU Tapera: Apindo Menolak, Kemenaker Mendukung
Berita

RUU Tapera: Apindo Menolak, Kemenaker Mendukung

Membantu pekerja mendapatkan rumah layak huni.

ADY
Bacaan 2 Menit
RUU Tapera: Apindo Menolak, Kemenaker Mendukung
Hukumonline
Sempat ditolak 2014 silam, Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera)  kembali diwacanakan. Pemerintah dan DPR mempersiapkan RUU ini sebagai salah satu yang dibahas agar bisa secepatnya disahkan. Namun niat pengesahan itu tak berjalan mulus.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) masih menyatakan penolakan tegas. Jika disahkan, RUU Tapera dinilai akan semakin memberatkan kalangan pengusaha lantaran ada beban pungutan. Selain itu, sudah ada program lain pembiayaan perumahan yang bisa dimanfaatkan pekerja. “Ada iuran yang dibebankan kepada pemberi kerja,” kata Ketua Umum DPP Apindo, Hariyadi B Sukamdani.

Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Haiyani Rumondang, mengatakan pembahasan RUU Tapera terus berjalan denan melibatkan para pemangku kepentingan. Secara umum RUU Tapera bukan saja menyasar masyarakat yang bekerja di sektor informal tapi juga formal. Haiyani mengklaim Apindo dan serikat pekerja anggota Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas). Walau begitu ia mengakui ada keberatan dari pihak Apindo terkait besaran iuran yang dibebankan kepada pengusaha selaku pemberi kerja. Namun ia menegaskan RUU Tapera tidak menetapkan besaran iuran, itu akan dituangkan dalam peraturan teknis.

“Pembahasan RUU Tapera di DPR jalan terus. Kemnaker sudah membahas itu bersama pemangku kepentingan di LKS Tripnas,” kata Haiyani di Jakarta, Kamis (21/1).

Direktur Persyaratan Kerja Kemenaker, Sri Nurhaningsih, mengatakan kebutuhan rumah layak huni untuk pekerja merupakan amanat pembukaan UUD RI 1945 dan UU Ketenagakerjaan. Penyediaan rumah layak huni perlu disesuaikan dengan kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan.

Sri menjelaskan fasilitas perumahan harus disediakan perusahaan. Lewat RUU Tapera pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan pekerja. Dengan adanya Tapera, kalangan pekerja/buruh diharapkan tidak kesulitan mendapat rumah sesuai kebutuhan mereka.

RUU Tapera sempat dibahas oleh DPR periode lalu namun tidak selesai. Ada beberapa persoalan substansial di RUU Tapera yang jadi perdebatan yakni terkait wajib tabungan dan besaran kontribusi. Melihat kondisi yang ada rencananya dalam RUU Tapera akan dimasukan ketentuan yang mengatur masa penyesuaian pemberlakuan UU Tapera.

Masa penyesuaian pemberlakuan itu ditujukan agar perusahaan dan pekerja punya waktu untuk menyesuaikan diri dengan sistem tabungan yang diperuntukkan bagi perumahan pekerja. “Apindo dan Kadin meminta waktu dalam pemberlakuaannya dua tahun. Kalau kita mengusulkan tiga tahun,” ujar Sri.

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, berpendapat perumahan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi buruh. Banyak buruh yang sudah bekerja puluhan tahun tapi belum punya rumah, mereka masih sewa rumah kontrakan. Biaya sewa rumah itu bisa mencapai 25 persen dari upah buruh yang diterima sebulan.

Itu terjadi karena kalangan buruh tidak punya akses pembiayaan untuk membeli rumah. Upah buruh hanya sebatas upah minimum (UMP/UMK). “Masalah perumahan merupakan faktor utama yang akan mendukung kesejahteraan buruh dan keluarganya. Oleh karena itu OPSI sangat mendukung upaya Pemerintah membentuk UU Tapera,” katanya di Jakarta, Jumat (22/1).

Mengacu pasal 100 ayat (1) UU Ketenagakerjaan Timboel mengatakan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. Perumahan merupakan salah satu faktor utama yang bisa meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Oleh karenanya pembiayaan tabungan perumahan ini perlu dilakukan dengan mekanisme wajib tabungan dengan kontribusi yang berasal dari buruh dan pemberi kerja.
Tags:

Berita Terkait