Terdakwa KPK Meninggal, Ahli Warisnya Masih Bisa Digugat
Berita

Terdakwa KPK Meninggal, Ahli Warisnya Masih Bisa Digugat

Diatur dalam Pasal 34 UU Tipikor, penuntut umum KPK menyerahkan salinan berkas sidang ke JPN atau instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata.

Oleh:
RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Mantan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar Hengky Widjaja yang merupakan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meninggal dunia pada Selasa (2/2), karena sakit. Hengky meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakit sejak akhir Januari lalu.

"Benar Hengky Wijaya meninggal pada Selasa, 2 Februari 2016 sekitar pukul 21.00 WIB di RS Siloam Semanggi. Dia sudah dirawat di rumah sakit sejak 27 Januari 2016," kata pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu (3/2).

Hengky adalah terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. Ia masih menjalani persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta). "Sekarang jenazah masih di RS Siloam menunggu keputusan keluarga," tambah Yuyuk.

Selama menjalani masa penahanan sejak 15 Juli 2015, Hengky sempat ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya dan selanjutnya di rutan Cipinang Jakarta. Hengky diketahui sempat jatuh di rutan. "Dirawat usai jatuh di rutan Cipinang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha.

Sedangkan pengacara Hengky, Arfa Gunawan mengatakan, kliennya memang mengidap sejumlah penyakit. "Beliau kecapaian sidang dan memang ada komplikasi, paru-paru jantung dan ginjal," katanya.

Dalam perkara ini, Hengky dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajudin diduga merugikan keuangan negara hingga Rp45,84 miliar. Hengky sendiri diduga memperkaya diri sendiri senilai Rp40,33 miliar dari selisih penerimaan pembayaran dengan pengeluaran riil PT Traya Tirta Makassar.

Keduanya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk diketahui, meski telah meninggal dunia, Pasal 34 UU Tipikor masih memberikan peluang bagi penuntut umum untuk melanjutkan perkara tersebut. Namun, kelanjutan perkara itu hanya terkait dengan gugatan perdatanya saja. Gugatan bisa dilakukan setelah penuntut umum KPK menyerahkan salinan berkas sidang ke jaksa pengacara negara (JPN) atau instansi yang dirugikan dalam perkara ini.
Pasal 34 UU Tipikor
Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara persidangan tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

Pelimpahan berkas ke JPN pernah dilakukan penuntut umum KPK. Hal itu terjadi terhadap terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan dermaga Sabang, Teuku Syaiful Achmad. Lantaran kondisi Syaiful yang sakit permanen, majelis hakim mengembalikan berkas perkara terdakwa ke KPK.

Penuntut umum KPK Iskandar Marwanto mengatakan, baru kali ini proses penuntutan KPK dinyatakan tidak dapat diterima oleh majelis hakim. Namun, penetapan majelis tersebut sudah sesuai dengan hasil rekomendasi tim dokter Ikatan Dokter Indonesia yang menyimpulkan bahwa kondisi Syaiful memang tidak layak untuk menjalani persidangan.

Iskandar menjelaskan, perkara Syaiful dilimpahkan ke persidangan karena KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan. KPK melimpahkan perkara ini ke persidangan semata-mata agar dinilai secara objektif oleh majelis hakim. Walau begitu, bukan berarti Syaiful bebas dari pertanggungjawaban untuk membayar kerugian negara.

Pasalnya, berdasarkan putusan terdakwa-terdakwa sebelumnya, telah terjadi kerugian negara, sehingga temuan itu harus ditindaklanjuti KPK. Iskandar menyebutkan pihaknya akan melimpahkan penuntutan Syaiful ke Kejaksaan Agung dan berkoordinasi dengan JPN untuk menggugat Syaiful terkait kerugian negara.

"Di dalam UU Tipikor, kepada terdakwa yang meninggal ada ketentuannya. Apabila meninggal dan ada indikasi kerugian negara bisa dilimpahkan langsung ke JPN. Tapi, karena ini sakit, tidak ada ketentuannya. Maka, ini pun satu temuan hukum bagi majelis dan upaya baru kita untuk menindaklanjuti jika ada kasus-kasus ini ke depan," terangnya.

Tags:

Berita Terkait