Catat! Notaris “Dikawal” Dua Lembaga Etik
Berita

Catat! Notaris “Dikawal” Dua Lembaga Etik

INI mengusulkan agar Dewan Kehormatan dapat memberikan rekomendasi kepada Majelis Pengawas terkait pemberhentian notaris dari jabatan atau profesinya.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Ketua INI Adrian Djuaeni. Foto: RES
Ketua INI Adrian Djuaeni. Foto: RES
Bagi anda yang berprofesi sebagai notaris, sudah menjadi kewajiban untuk tunduk terhadap ketentuan dalam UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Namun terkait dengan pelanggaran etika, selain tunduk dengan undang-undang, notaris juga mesti tunduk pada Kode Etik Notaris yang dikeluarkan oleh organisasi profesi notaris, yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI).

“Jadi pelanggaran etika diawasi oleh dua lembaga. Satu, Dewan Kehormatan untuk internal organisasi dan satu lagi perpanjangan menteri yang namanya Majelis Pengawas Notaris,” ujar Ketua Umum Pengurus Pusat INI (PP INI), Adrian Djuaini kepada hukumonline di kantornya di Jakarta, Selasa (8/3).

Namun, lanjut Adrian, ada perbedaan kewenangan antara Majelis Pengawas Notaris dengan Dewan Kehormatan. Pasal 67 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa Majelis Pengawas Notaris melakukan pengawasan terhadap notaris meliputi perilaku notaris dan pelaksanaan jabatan oleh notaris. Sementara itu, Dewan Kehormatan sendiri hanya melakukan pembinaan dan pengawasan sebatas pelanggaran etika.

Yang mesti diingat, kewenangan yang dimiliki Majelis Pengawas Notaris terlihat begitu ‘luas’. Pasalnya, Majelis Pengawas Notaris tak cuma berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan notaris yang melanggar ketentuan undang-undang. Akan tetapi, Majelis Pengawas Notaris juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran etika sebagaimana yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan.

“Dewan Kehormatan itu internal organisasi, dia hanya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran etika. Etika yang ada di Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI), dia sebatas itu. Dia tidak masuk dalam pelanggaran undang-undang,” terang alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu.

Sebab, lanjut Adrian, dari segi sanksinya yang ditetapkan pun memiliki implikasi yang berbeda bagi profesi notaris itu sendiri. Misalnya, Dewan Kehormatan dapat menjatuhkan sanksi yang paling berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat terhadap notaris sebatas statusnya sebagai anggota organisasi profesi. Sebaliknya, Majelis Pengawas Notaris dapat menjatuhkan sanksi yang paling berat misalnya pemberhentian notaris dari profesi atau jabatannya.

“Sanksi Dewan Kehormatan terkait dengan sanksi organisasi bukan sanksi terhadap jabatan. Misalnya pemecatan sebagai anggota INI. Dan dia masih tetap sebagai profesi notaris karena Dewan Kehormatan tidak berhak lakukan itu. Kalau di Majelis Pengawas Notaris, dia bisa mengusulkan pemecatan atau pemberhentian sebagai notaris, itu sanksi yang terberat,” sambungnya.

Adrian mengatakan, terhadap laporan atau aduan yang telah diperiksa oleh salah satu lembaga, tidak bisa lagi diajukan pemeriksaan terhadap lembaga yang lainnya. Namun, ketika ada laporan atau pengaduan baru, terbuka kemungkinan lembaga yang lain kembali memeriksa laporan atau aduan tersebut. “Itu tidak bisa lagi, kecuali ada pengaduan baru. Kalau sudah diperiksa di Dewan Kehormatan tidak lagi diperiksa Majelis Pengawas,” sebutnya.

Dapat Ikut Mengusulkan
‘Ketimpangan’ kewenangan antara Dewan Kehormatan dengan Majelis Pengawas Notaris khususnya dalam hal pemberhentian baik dengan hormat atau tidak hormat dari jabatannya sebagai notaris muncul sebagai wacana yang dibahas di internal INI. Menurut Adrian, mestinya Dewan Kehormatan juga dapat mengusulkan atau memberi rekomendasi kepada Majelis Pengawas Notaris terkait dengan pelanggaran etika yang memberi konsekuensi pada notaris bersangkutan agar diberhentikan.

Alasannya karena Dewan Kehormatan hanya sebatas memberhentikan notaris sebagai anggota organisasi profesi, dalam hal ini anggota INI. Menurut Adrian, ada kalanya pelanggaran etika berat yang dilakukan notaris dipandang sebagai perbuatan yang menghilangkan martabat profesi meskipun pelanggaran itu bukan merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.

“Kadangkala pelanggaran etika juga pelanggran berat yang mestinya tidak layak lagi dia sebagai notaris meski bukan pelanggaran jabatan. Ini mestinya bisa dilakukan penindakan oleh Majelis Pengawas,” katanya.

Meskipun Majelis Pengawas Notaris sendiri sebetulnya berwenang juga memeriksa pelanggaran etik. Namun, lanjut Adrian, dalam rangka membantu kerja dari Majelis Pengawas Notaris semestinya Dewan Kehormatan ke depan dapat meneruskan rekomendasi pemberhentian notaris dari jabatannya kepada Majelis Pengawas. Ia mengusulkan, hal ini bisa diatur teknis melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM.

“Dalam rangka membantu Majelis Pengawas Notaris, mestinya itu nge-link. Ada keputusan Dewan Kehormatan yang dapat diajukan lewat Majelis Pengawas Notaris tanpa pemeriksaan dan dilakukan pemecatan. Saat ini belum sampai ke sana. Pemikiran-pemikiran sudah ada,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait